Pleno Sk.2 Hematemesis
-
Upload
theresia-sugiarto -
Category
Documents
-
view
31 -
download
3
description
Transcript of Pleno Sk.2 Hematemesis
Hematemesis dan Melena et causa Gastritis
Kelompok E4
Teloe Apriwesa 102009269
Ria Brillianta Widyarta 102010232
Prizilia Saimima 102012061
Andreas Klemens Wienanda 102012110
Theresia 102012165
Elchim Reza Rezinta 102012240
Kelvin R Khomalia 102012255
Novia Christina Margareta 102012407
Viqtor Try Junianto 102012414
Novi Anggriyani Hermawan 102012514
Universitas Kristen Krida Wacana
Fakultas Kedokteran 2013/2014
1
Pendahuluan
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang
disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis melena
merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan
merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia
termasuk Indonesia. Perdarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis
erosif atau ulkus peptikum. Menurut data, delapan puluh enam persen dari angka kematian
akibat pendarahan SCBA yang terjadi di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI)/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) berasal dari
pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis hati dan hepatoma.
Perdarahan akibat sirosis hati ini disebabkan oleh gangguan fungsi hati penderita, alkohol,
obat-obatan, virus hepatitis dan penyakit bilier.Perdarahan SCBA dapat bermanifestasi
sebagai hematemesis, melena, atau keduanya, walaupun perdarahan akan berhenti dengan
sendirinya, tetapi sebaiknya setiap perdarahan saluran cerna dianggap sebagai suatu keadaan
serius yang setiap saat dapat membahayakan pasien. Setiap pasien dengan perdarahan harus
dirawat di rumah sakit tanpa kecuali, walaupun perdarahan dapat berhenti secara spontan. Hal
ini harus ditanggulangi secara saksama dan dengan optimal untuk mencegah perdarahan lebih
banyak, syok hemoragik, dan akibat lain yang berhubungan dengan perdarahan tersebut,
termasuk kematian pasien.1
Anamnesis
Anamnesis adalah tanya jawab yang dilakukan antara dokter dan pasien guna untuk
mendiagnosa penyakitnya. Anamnesis dibagi menjadi 2 macam yaitu alo anamnesis dan
auto anamnesis.Auto anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien sendiri, guna
mendapatkan informasi tentang penyakit pasien sedangkan alo anamnesis adalah tanya
jawab antara dokter dengan keluarga pasien, hal ini disebabkan karena pasien tidak bisa
ditanyai seputar penyakitnya karena adanya berbagai alasan. Pada kasus ini anamnesis yang
dilakukan adalah auto ananamnesis karena pasien sendiri dapat menjawab seputar penyakit
yang ia derita.2
Anamnesa yang dijalankan melalui wawancara ini meliputi:
1. Menanyakan identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 50 tahun
2
Jenis kelamin : Laki-laki
2. Keluhan utama
Muntah berwarna coklat, nyeri pada ulu hati, BAB berwarna hitam dan berbau
busuk.
3. Keluhan penyerta
Adanya riwayat konsumsi aspirin untuk penyakit jantung.
4. Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula gejala awalnya bagaimana dan seperti apa?
Nyerinya seperti apa?Nyeri pada ulu hati akan bertambah saat pasien mencoba
untuk makan dan nyeri agak berkurang setelah pasien meminum obat maag.
Hilang-timbul atau terus-menerus?Keluhan nyeri ulu hati dirasakan pasien
hilang timbul sejak 2 tahun belakangan ini.
Menanyakan kepada pasien, apakahia sudah berobat ke dokter atau belum?
Sudah mengkonsumsi obat sebelumnya atau belum?
Bila sudah, obat (analgesik, DMRAD, dll) apa? Dan apakah keadaannya
membaik atau memburuk?
Bila memburuk, efek sampingnya apa?
5. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau belum?
Jika pernah, berapa kali dalam setahun?
Adakah riwayat penyakit serius lainnya?
Riwayat pekerjaan: Bagaimana pengaruh penyakit pada pekerjaan?
6. Riwayat penyakit keluarga
Adakah di keluarga yang mengalami keluhan serupa?
Bagaimanapengaruh penyakit pada keluarga?
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa
perkiraan darah yang keluar, ada tidaknya riwayat perdarahan sebelumnya, riwayat
perdarahan dalam keluarga, ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lainnya, riwayat
3
penggunaan obat-obatan anti-inflamasi non steroid (OAINS) dan anti-koagulan, kebiasaan
mengkonsumsi alkohol, mencari kemungkinan penyakit hati kronik, demam berdarah,
demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan, dan
riwayat transfusi sebelumnya.3
Anamnesis sangat penting untuk mengarahkan asal perdarahan. Pada penderita sirosis hati
perdarahan kebanyakan terjadi oleh karena pecahnya varises esofagus. Kebiasaan makan
tidak teratur, peminum alkohol, konsumsi obat-obatan OAINS mengarah pada gastritis erosif,
sedangkan muntah terus menerus kemudian diikuti muntah darah mengarah pada robekan
Mallory-Weiss. Riwayat keluarga mungkin juga menyingkap adanya suatu diatesis
hemoragik. Adanya penyakit sistemik yang berat, luka bakar luas, trauma, dapat pula
mengarah kepada suatu gastritis erosif atau stress ulcer. Sering pula muntah darah ini
disebabkan batuk darah, darahnya tertelan dan kemudian dimuntahkan (false hematemesis).
Dengan anamnesis yang teliti dan melihat kondisi muntahnya, batuk darah akan dapat
disingkirkan.1,4
Pemeriksaan Fisik2
a. Menilai tanda-tanda vital
Nadi, suhu, frekuensi pernapasan (Tanda-tanda vital pada pasien normal).
b. Konjungtiva anemis (Konjungtiva pucat)
c. Abdomen:
Nyeri tekan: positif region epigastrium
Bising usus: positif normal
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Darah: Hb menurun /rendah
SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran dari sel yang
mengalami kerusakan.
4
Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati
yang kurang.
Pemeriksaan CHE (kolineterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati, bila
terjadi kerusakan kadar CHE akan turun.
Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan
garam dalam diet.
Peninggian kadar gula darah.
Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti HBSAg/HBSAB, HBeAg, dll.5
Pemeriksaan Penunjang yang lainnya adalah:
1. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan ini dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum.Pemeriksaan ini dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah
1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada atau tidaknya
varises.Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan
radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesisberhenti.
2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal
dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah
dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi
untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas
yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat
atau sedini mungkin setelah hematemesisberhenti.
3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit
hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus
yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja. Tidak banyak berperan
dalam diagnosis rheumatoid, namun dapatmembantu bila terdapat keraguan atau
untuk melihat prognosis gejala pasien.Dalam lebih dari 2 dekade terakhir ini
5
diketahui bahwa berbagai penyakit rematik yang dianggap mempunyai dasar
imunologik ternyata berkaitan dengan sistem hipokompatibilitas.5,6
Diagnosis
a) Working diagnosis
Hematemesis dan Melena Et Causa Gastritis dapat dipertimbangkan
sebagai perdarahan SCBA pada penderita dengan anamnesis adanya dispepsia,
kebiasaan makan yang tidak teratur, atau kebiasaan minum alkohol ataupun
obat-obatan OAINS. Erosi mukosa lambung sering pula terjadi pada penderita
dengan trauma berat, setelah pembedahan, penyakit sistemik yang berat, luka
bakar dan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial (stress ulcer).7
Gastritis dapat berkaitan dengan konsumsi alkohol yang baru saja
dilakukan atau dengan penggunaan obat-obat antiinflamasi seperti aspirin atau
ibuprofen. Erosi lambung lebih sering pada pasien yang mengalami trauma
berat, pembedahan atau penyakit sistemik yang berat, khususnya para korban
luka bakar dan pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Karena tidak
ada gejala fisis yang khas, diagnosa gastritis harus harus dicurigai kalau
ditemukan kondisi klinis yang sesuai.1,7
b) Differential diagnosis
LASERASI (SINDROM MALLORY-WEISS)
Laserasi ini merupakan robekan longitudinal pada esofagus di daerah
esophagogastric junction. Keadaan tersebut terjadi karena episode vomitus
yang berlebihan dengan kegagalan relaksasi LES, umumnya terlihat pada para
pecandu alkohol. Laserasi pada esofagus ini secara potensial dapat
menimbulkan hematemesis masif, inflamasi, ulkus residual, mediastinitis, atau
peritonitis.
Morfologi: Robekan longitudinal yang tidak teratur (dengan panjang beberapa
milimeter hingga beberapa sentimeter) akan merentangkan esophagogastric
junction. Laserasi secara khas hanya mengenai mukosa, kendati dapat
mengenai seluruh ketebalan esofagus.
6
Gambaran Klinis: 5-10% dari kejadian perdarahan gastrointestinal bagian
atas terjadi karena laserasi. Laserasi esofagus biasanya tidak membawa
kematian; kesembuhan cenderung terjadi dengan cepat.8
ESOFAGITIS
Esofagitis adalah suatu keadaan dimana mukosa esofagus mengalami
peradangan, dapat terjadi secara akut maupun kronik.8 Penyakit ini juga dapat
merupakan komplikasi pada hernia hiatus esofagus.9Esofagitis kronis adalah
peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar karena zat kimia
yang bersifat korosif, misalnya berupa asam kuat, basa kuat dan zat
organik.10 Contoh-contoh yang telah disebutkan diatas dapat merusak esofagus
jika diminum atau ditelan, dan bila diserap oleh darah hanya akan
menyebabkan keracunan saja. Esofagitis terbagi menjadi:
a. Esofagitis Peptik (Refluks)
merupakan inflamasi mukosa esofagus yang disebabkan oleh refluks cairan
lambung atau duodenum esofagus, cairan ini mengandung asam pepsin atau
cairan empedu.
b. Esofagitis Refluks Basa
terjadinya refluks cairan dari duodenum langsung ke esofagus, misalnya pada
pos gastrektomi total dengan esofagoduodenostomi atau esofagojejenostomi.
c. Esofagitis Infeksi
Dibagi lagi menjadi:
- Esofagitis Candida (Monialisis)
terjadi karena gangguan sistem kekebalan motilitas esofagus,
metabolisme hidrat arang terutama proses menua.
- Esofagitis Herpes
disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster/herpes simpleks.
d. Esofagitis yang disebabkan oleh bahan kimia8,10
disebabkan oleh bahan kimia terbagi menjadi:
- Esofagitis korosif
terjadi karena masuknya bahan kimia yang korosif ke dalam esofagus.
Hal ini biasanya terjadi karena kecelakaan atau dalam usaha bunuh
diri.
7
- Esofagitis karena obat (pil esofagitis)
disebabkan oleh pil atau kapsul yang ditelan dan tertahan di esofagus
yang kemudian mengakibatkan timbulnya iritasi dan inflamasi.
Varises dan gastropati hipertensi portal
o Perdarahan dari pecahnya varises umumnya mendadak dan masif.
Perdarahan karena pecahnya varises esofagus atau lambung umumnya
akibat hipertensi portal sekunder dari sirosis hati. Selain sirosis hati,
hal lain dapat pula menyebabkan terjadinya varises esofagus atau
lambung adalah hepatitis akut dan perlemakan hati berat, yang
menghilang bila fungsi hati membaik. Meskipun perdarahan SCBA
dari penderita sirosis hepatis umumnya diduga karena pecahnya varises
esofagus, pada penelitian di Amerika ditemukan sebagai perdarahan
SCBA karena ulkus peptikum dan gastropati hipertensi portal.1
Etiologi
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas seperti hematemesis biasanya terjadi bila ada
perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-
sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru
dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena
sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran cerna bagian
atas. Perdarahan pada saluran cerna bagian atas paling sering disebabkan oleh :
1. Kelainan Esofagus
a. Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya
varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum.
Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang
dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah
bercampur dengan asam lambung.11
b. Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis,
hanya sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada
pemeriksaan endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir
8
menutup esofagus dan mudah berdarah yang terletak di sepertiga bawah
esofagus.11 Gambar Karsinoma Esofagus dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:
Gambar 1. Karsinoma Esofagus10
c. Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang
pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau
pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-
muntah hebat dan terus menerus. Bila penderita mengalami disfagia
kemungkinan disebabkan oleh karsinoma esofagus.7,11
d. Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan seorang
pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil analisis air
keras tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCI, yang bersifat
korosif untuk mukosa mulut, esofagus dan lambung. Disamping muntah darah
penderita juga mengeluh rasa nyeri dan panas seperti terbakar di mulut, dada
dan epigastrum.
e. Esofagitis dan tukak esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat
intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul
melena daripada hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan
perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.7
2. Kelainan di lambung
a. Gastritis erisova hemoragika
9
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum
obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita
mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau
sering menggunakan obat rematik (NSAID+steroid) ataukah sering minum
alkohol atau jamu-jamuan.7
b. Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang
berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa
nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan
pedih berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih
dominan dari hematemesis.7,11
c. Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan
pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh
rasa pedih,nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan
badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.7
Epidemiologi
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah
pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan
bagian atas, kemudian menyusul gastritis hemoragika dengan 20 - 25%. ulkus peptikum
dengan 15 - 20%, sisanya oleh keganasan, uremia dan sebagainya.4
Patofisiologi
Inflamasi (pembengkakan) dari mukosa lambung termasuk gastritis erosiva yang disebabkan
oleh iritasi, refluks cairan kandung empedu dan pankreas, haemorrhagic gastritis, infectious
gastritis, dan atrofi mukosa lambung. Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke
dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut. Mekanisme
kerusakan mukosa pada gastritis diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara faktor-faktor
pencernaan, seperti asam lambung dan pepsin dengan produksi mukous, bikarbonat dan
10
aliran darah. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab gasttritis. Beberapa penyebab utama
dari gastritis adalah Infeksi, iritasi dan reaksi autoimun.3,7
Gambaran klinis
Didapatkan gambaran klinis sebagai berikut:
1. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan diare
2. Syok (Frekuensi denyut jantung, suhu tubuh)
3. Demam, berat badan turun, cepat lelah
4. Asites, hidrotoraks dan edema
5. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan
6. Hematomegali, bila telah lanjut, hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila secara
klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam bukan oleh
sebab-sebab yang lain, ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif, hati-hati akan
kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum
7. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding, kaput medusa,
wasir dan varises esophagus
8. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu:
a. Impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila dan pubis
b. Amenore, hiperpigmentasi areola mamae
c. Spider nevi dan eritema
d. Hiperpigmentasi
9. Jari tabuh
10. Penurunan Hb dan Ht yang tampak setelah beberapa jam
Penatalaksanaan
Pengobatan penderita perdarahan saluran cerna bagian atas harus sedini mungkin dan
sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran cerna bagian atas
meliputi:
- SUPORTIF:
Tirah baring
11
Infus RL 30 tts/menit, ganti dengan NaCl 0,9% apabila akandilakukan
transfusi darah
Transfusi PRC hingga Hb mencapai di atas 10 g/dl
- MEDIKA MENTOSA:
Metoklorpramid 3x 10 mg drip iv
Asam Traneksamat 3 x 1 g bolus iv
Lansoprazole 2 x 30 mg bolus iv
Ranitidine 2 x 150 mg bolus iv
Antasid 3 x 1 sdt
Vitamin K 3 x 1 amp
- LAIN-LAIN:
A. Pengawasan dan pengobatan11
1. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat
yangmenimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid
sebaiknya dihindarkan
2. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair
3. Infus cairan langsung dipasang dan diberikan larutan garam
fisiologis NaCl 0,9 % selama belum tersedia darah.
4. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila
perlu dipasang CVP monitor
5. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan
6. Transfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang
dan mempertahankan kadar hemoglobin 50–70 % nilai normal
7. Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K 4×10 mg/hari,
karbazokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor
antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untukmenanggulangi
perdarahan
8. Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa
disertai pemberianantibiotika yang tidak diserap oleh usus,
sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk
12
mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh usus, dan ini
dapat menimbulkan ensefalopati hepatik
B. Pemasangan pipa nasogastrik
Tujuan pemasangan pipa nasogastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (umbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-
obatan. Pemberian air pada umbah lambung akan menyebabkan
vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah
di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti.
Umbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air
sebanyak 100-150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila
perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1–2 jam. Pemeriksaan
endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah
jernih.
C. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokontriksi, pada pemberian pitresin per
infuse akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus
sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan
perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat
merangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,
karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama
pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya
penyakit jantung koroner/iskemik.
D. Pemasangan Balon Sengstaken-Blakemore Tube
Dilakukan pemasangan balon Sengstaken-Blakemore tube (SB tube)
untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya
pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan
kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan tujuan
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan akibat
yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti
mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam
13
menanggulangi perdarahan saluran cerna bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti
laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah ditemukan.
E. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5% sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3%
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel
disuntikkan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon
SB tube. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan
salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan
saluran cerna bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
F. Tindakan Operasi
Bila usaha–usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan
tindakan operasi. Tindakan operasi yang biasa dilakukan adalah:
ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan
fungsi hati membaik.12
Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah
koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan
perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang
menyertai kelainan parenkim hati), syok hipovolemik (kehilangan volume
darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun),
aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk
saluran napas), dan anemi posthemoragik (kehilangan darah yang
mendadak dan tidak disadari).12
Pencegahan
Hindari factor penyebab
tidak menggunakan obat-obat yang mengiritasi lambung, makan teratur atau tidak
terlalu cepat, mengurangi makan makanan yang terlalu pedas dan berminyak, hindari
merokok dan banyak minum kopi/alkohol,kurangi stres.4
14
Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk. terganggu sehingga setiap
perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor
yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama
perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka kematian
penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb
waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati .
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan
sakuran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif
terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.10
Kesimpulan
Hematemesis adalah muntah darah benvarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian
atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwama hitam ter yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di
atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan
esofagus. Jadi dapat disimpulkan sesuai dengan skenario 2, pasien tersebut terkena
Hematemesis dan Melena et causa Gastritis Erosif dimana salah satu faktor pencetus penyakit
tersebut adalah adanya riwayat konsumsi aspirin untuk penyakit jantungnya karena aspirin
sendiri merupakan analgetik antipiretik yang mempunyai efek samping ke penyakit gastritis.
Daftar pustaka
15
1. Sudoyo A W, Bambang S, Idrus A, Simadibrata K M, Setiati S. Pengelolaan
perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam: Buku AjarIlmu Penyakit
Dalam.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h. 289-95.
2. Gleadle J. At A Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga;
2007.h.215-16.
3. Asdie Ahmad H: Perdarahan Saluran Makanan dalam: Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam.Isselbacher Kurt J, Braunwald Eugene, Wilson Jean D, Martin Joseph
B, Fauci Anthony S, Kasper Dennis L.Universitas Gadjah Mada/RSUP
Dr.Sardjito.Yogjakarta 1999. hlm 259-262
4. AHLQUIST DA et al: Fecal blood levels in health and disease: A study using
Hemoguant.N Engl J Med 312:1422,1985
5. Sastroamoro S, dkk. Panduan pelayanan medis. Jakarta: Departemen Penyakit
DalamRSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo; 2007.h.6-10.
6. Sepe PS, Yachimski PS, Friedman LS. Gastroenterology. In: Sabatine MS, ed. Pocket
medicine, 3rd ed. Lippincott W, Wilkins: Philadelphia; 2008.p.1-25.
7. Portal Kedokteran 2008.Hematemesis Melena.Website Address: http:// Hematemesis
Melena.com
8. Mitchell R N, et al. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Edisi 7.
Jakarta: EGC; 2006.h.469-70.
9. Uripi V. Menu untuk penderita kanker. Jakarta: Puspa Swara, Anggota IKAPI;
2005.h.31.
10. Wahyu Rahmad Haryadie. Esofagitis. Diunduh dari
www.kampusdokter.blogspot.com/2012/12/esofagitis.html, 14 Mei 2014.
11. Adi P. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas.Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h.289-98.
12. Mubin A H. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2: Diagnosis dan Terapi.
Jakarta: EGC; 2006.h.105-9.
16