Presentasi Kasus

50
PRESENTASI KASUS SIROSIS HEPATIS DENGAN ASITES Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Radiologi Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo Diajukan Kepada : dr. Kus Budayantiningrum, Sp.Rad Disusun Oleh : Yuda Arie Dharmawan 20110310195 BAGIAN ILMU RADIOLOGI BADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO 1

description

boleh

Transcript of Presentasi Kasus

Page 1: Presentasi Kasus

PRESENTASI KASUS

SIROSIS HEPATIS DENGAN ASITES

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam MengikutiProgram Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Radiologi

Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo

Diajukan Kepada :

dr. Kus Budayantiningrum, Sp.Rad

Disusun Oleh :

Yuda Arie Dharmawan

20110310195

BAGIAN ILMU RADIOLOGI

BADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

YOGYAKARTA

2016

1

Page 2: Presentasi Kasus

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui Presentasi Kasus dengan judul :

SIROSIS HEPATIS DENGAN ASITES

Tanggal : APRIL 2016

Tempat : RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

Oleh :

Yuda Arie Dharmawan

20110310195

Disahkan oleh :

Dokter Pembimbing

dr. Kus Budayantiningrum, Sp.Rad

2

Page 3: Presentasi Kasus

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk

dan kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Presentasi Kasus “Sirosis Hepatis dengan Asites”.

Presentasi Kasus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari berbagai

pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih

yang tak ternilai kepada:

1. dr. Kus Budayantiningrum, Sp.Rad selaku dosen pembimbing bagian Ilmu

Radiologi RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah mengarahkan

dan membimbing dalam menjalani stase serta dalam penyusunan

Presentasi Kasus ini.

2. Petugas bagian Radiologi RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo.

3. Rekan-rekan Co-Assisten atas bantuan dan kerjasamanya.

4. Dan seluruh pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian Presentasi

Kasus ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Dalam penyusunan Presentasi Kasus ini, penulis menyadari masih terdapat

banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun

demi kesempurnaan penyusunan Presentasi kasus di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Wonosobo, April 2016

Penulis

3

Page 4: Presentasi Kasus

DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS 1

HALAMAN PENGESAHAN 2

KATA PENGANTAR 3

DAFTAR ISI 4

BAB I 6

LAPORAN KASUS 6

A. Identitas Pasien 6

B. Anamnesis 6

C. Pemeriksaan Fisik 7

D. Pemeriksaan Penunjang 10

E. Diagnosis 14

F. Diagnosis Banding 14

G. Penatalaksanaan 14

BAB II 15

TINJAUAN PUSTAKA 15

A. Sirosis Hati 15

1. Anatomi 15

2. Definisi dan Insidensi 18

3. Etiologi 19

4. Patofisiologi 20

5. Gejala Klinis 21

6. Klasifikasi 21

7. Diagnosis 23

8. Komplikasi 24

4

Page 5: Presentasi Kasus

B. Asites 25

1. Defini 25

2. Patofisiologi 26

3. Diagnosis 28

C. USG 29

BAB III 31

PEMBAHASAN 31

BAB IV 33

KESIMPULAN 33

DAFTAR PUSTAKA 34

5

Page 6: Presentasi Kasus

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. Suparmi

Alamat : Tlogomulyo

Umur : 32-12-1939 ( 76 Tahun )

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petani

Nomor CM : 663112

Tanggal periksa : 5 April 2016

B. Anamnesis

Keluhan utama :

Perut membesar dan sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Berdasarkan alloanamnesis dari anak perempuan pasien, didapatkan seorang

Perempuan berusia 76 tahun diantarkan keluarganya datang ke IGD RSUD KRT

Setjonegoro dengan keluhan perut membesar sejak sekitar 1 minggu yang lalu.

Pasien baru kali memiliki keluhan perut membesar. Perut tampak kembung, tidak

teraba massa, keras. Pasien tampak lemah. Ekstrenitas bawah tampak edema.

Demam (+), Batuk (+), Pilek (+), nyeri perut (+), Pusing (+), Alergi (-). Terdapat

riwayat Hipertensi.

Riwayat Penyakit Dahulu :

6

Page 7: Presentasi Kasus

Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Terdapat riwayat

Stroke Non Hemoragic sehingga kesulitan berbicara, serta pernah dirawat di RSI

Wonosobo dengan keluhan nyeri perut.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat alcohol, DM, dan merokok disangkal.

Riwayat Trauma dan Operasi :

Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan, patah tulang ataupun operasi

sebelumnya.

Riwayat Personal Sosial : Pasien dulu bekerja di perkebunan teh. Makan

sebelum sakit lancar, dan sekarang sering beristirahat dirumah.

C. Pemeriksaan FisikKeadaan Umum : Sedang

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign :

Nadi : 95 x/menit

Respiratory rate : 28 x/menit

Suhu : 37,2 0C

Tekanan darah : 180/80 mmHg

Berat Badan : 60 kg

Kulit

Warna coklat sawo matang, tidak terdapat adanya tanda-tanda peradangan, ikterus

ada, edema umum tidak ada dan turgor baik kembali cepat.

Kepala

Bentuk : bulat, simetris, bentuk normochepal,

Rambut : rambut hitam distribusi merata lurus, tidak mudah

7

Page 8: Presentasi Kasus

dicabut

Mata : visus normal, konjungtiva tidak anemis, sklera

tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek cahaya

positif, palpebra tidak edema, tidak eksoftalmus

Telinga : pendengaran normal, bentuk dan ukuran dalam

batas normal, sekret tidak ada, simetris

Hidung : bentuk dan ukuran normal, sekret tidak ada,

deformitas tulang hidung tidak ada.

Mulut : sianosis tidak ada, mukosa bibir tidak kering, bibir

tampak miring ke sebelah kanan.

Tenggorokan : uvula dan tonsila di tengah, faring tidak hiperemis

Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada deformitas, tidak

ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi dinding

dada, tidak ada jejas

Palpasi : nyeri tekan tidak ada, fokal fremitus sama kanan

dan kiri, pengembangan paru-paru simestris

Perkusi : sonor kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler kedua lapang paru, suara tambahan tidak ada

wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba

8

Page 9: Presentasi Kasus

di SIC VI linea Axilaris anterior sinistra

Perkusi : batas jantung

Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

Kanan bawah : SIC V linea parasternalis dextra

Kiri atas : SIC III linea midclavicularis sinistra

Kiri bawah : SIC VI linea Axillaris anterior sinistra

Auskultasi : S1-S2, irama reguler, bunyi tambahan tidak ada,

bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : Distended, varises vena (-) tanda peradangan tidak ada

Auskultasi : Bising usus (+) meningkat

Perkusi : Redup seluruh regio abdomen, shifting dullnes (+),

Palpasi : nyeri tekan ada, distended, keras, pekak alih (+),

hepatomegali (-), splenomegali (-).

Ekstremitas

Akral hangat, edema ekstremitas bawah (+/+), CRT <2 detik

9

Page 10: Presentasi Kasus

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Lengkap

Hemoglobin 9,4 gr/dl (13,2 – 17,3 g/dl)

Leukosit 10.700/ uL (3.800-11.000 /mL)

Hematrokit 29 % (40 – 52 %)

Eritrosit 3,3 x 106/ uL (4,2-5,4 /mL)

Trombosit 107.000/uL (150.000 – 450.000 /mL)

MCV 90 fl (80 – 100 pq)

MCH 29 pg (26 - 34 %)

MCHC 32 % (32 - 36 gr/dl)

Hitung Jenis

Basofil 0,40 % (0,0-1,0 %)

Eosinofil 0,70 % (2,0-4,0 %)

Segmen 64,90 % (40-70 %)

Limfosit 24,40 % (25-40 %)

Monosit 8,90 % (2-8 %)

Kimia Klinik

GDS 74 70-100 mg/dl

Ureum 35,4 <50 mg/dl

Creatinin 1.01 0.40 – 0.90 mg/dl

Kolesterol Total 86 < 220 mg/dl

SGOT 77 U/L 0 – 35 U/L

SGPT 36,5 U/L 0 – 35 U/L

Total Protein 5,5 6,7-8,3 g/dl

Albumin 2,4 3,8 – 5,3 g/dl

10

Page 11: Presentasi Kasus

Globulin 3.10 mg/dl 3,2 – 3,9 mg/dl

HbsAg Negatif Negatif

2. USG

Hepar : Mengecil, tepi irregular, struktur echo parenchyma kasar homogen,

systema billiare dan vascular tidak melebar

V Fellea : Besar normal, Slude (-), batu (-).

Lien : Besar normal, struktur echo parenchyma homogen

Pangcreas : Besar normal, struktur echo parenchyma homogen baik

Ren Dx : Besar normal, PCS tak melebar, batu (-), parenchyma baik

Ren Sx : Besar normal, PCS tak melebar, batu (-), parenchyma baik

Gaster : Dinding ireguler, udara meningkat, nyeri tekan (-).

Usus : Udara usus dbn, delatasi usus (-), massa (-).

Vesica Urinaria : Dinding reguler, massa (-). Parametrium : massa (-).

Tampak asites (+++)

kesan : Gambaran Sirosis hepatis, Gastritis , Asites.

11

Page 12: Presentasi Kasus

12

Page 13: Presentasi Kasus

13

Page 14: Presentasi Kasus

E. DiagnosisSIrosis Hepatis + Stroke Non Hemoragic + asites

F. Diagnosis BandingSirosis Hepatis

Keganasan Intra Abdomen

Sindroma nefrotik

asites

G. PenatalaksanaanDilakukan pungsi pada asites. Pasien sudah dipulangkan tanggal 11 April 2016 atas permintaan keluarga.

14

Page 15: Presentasi Kasus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. SIROSIS HATI

1. Anatomi Hepar

Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-,1,8 kg

atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian

besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh

dengan fungsi yang sangat kompleks. Hepar menempati daerah hipokondrium

kanan tetapi lobus kiri dari hepar meluas sampai ke epigastrium. Hepar

berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior hepar

mengikuti bentuk dari batas kosta kanan. Hepar secara anatomis terdiri dari

lobus kanan yang berukuran lebih besar dan lobus kiri yang berukuran lebih

kecil. Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh ligamentum falsiforme. Lobus

kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis

kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial

dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Pada daerah

antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan dapat

ditemukan lobus kuadratus dan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena cava

inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Permukaan

hepar diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan

posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang

merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum

terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang

meliputi permukaan seluruh organ ; bagian paling tebal kapsula ini terdapat

pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri

15

Page 16: Presentasi Kasus

hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar tempat

masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus

hepatika.

Gambar 1. Anatomi hepar (dikutip dari kepustakaan 8)

Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa

melalui vena porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri

hepatika keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah

ini masuk ke hepar membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu dengan

kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatica. Vena hepatica

mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang

terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan

20% darahnya ke hepar, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 %

sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah yang berasal dari

vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan setiap lobulus dilewati oleh

16

Page 17: Presentasi Kasus

sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus yang

berjalan di antara lobulus hepar disebut vena interlobular.

Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari

saluran cerna, dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari

sistem arteri. Arteri dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-

pembuluh yang lebih kecil membentuk kapiler di antara sel-sel hepar yang

membentik lamina

hepatika. Jaringan

kapiler ini kemudian

mengalir ke dalam vena

kecil di bagian tengah

masing-masing lobulus,

yang menyuplai vena

hepatika. Pembuluh-

prmbuluh ini menbawa

darah dari kapiler portal

dan darah yang

mengalami deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika

sebagai darah yang telah deoksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan

arteriol hepar didalam septum interlobularis. Anterior ini menyuplai darah

dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang berdekatan, dan

banyak arterior kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada

sepertiga jarak ke septum interlobularis.

Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel

hepar, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam

jumlah yang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya

endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata yang berbentukseperti bintang.

17

Page 18: Presentasi Kasus

Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari

eferen vena hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar

melalui arteri hepatica dan vena porta menuju vena sentralis maka akan

didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya,

akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap kerusakan

asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang

mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang

membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan

sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan

penghubungan dan desmosom yang saling bertautan dengan disebelahnya.

Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari

hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat

dalam dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian

penting dalam sistem retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito,

liposit atau perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik yang dapat

membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor

penting dalam perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel

Stellata tampaknya menjadi faktor kunci pembentukan fibrosis di hepar.

2. DEFINISI DAN INSIDENSI

Istilah sirosis hepar diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari

kata Khirros yang berarti orange (orange yellow) karena perubahan warna

pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hepatis dapat dikatakan

sebagai berikut yaitu sesuatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur

hati yang normal akibat nodul regenerasi yang dikelilingi jaringan fibrosis.

Insidens

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika

dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata

18

Page 19: Presentasi Kasus

terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar

40 – 49 tahun.

3. ETIOLOGI

Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat

alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B

maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak

dari sirosis hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-

40%), dan penyebab yang tidak diketahui(10-20%). Adapun beberapa etiologi

dari sirosis hepatis antara lain:

1. Virus hepatitis (B,C,dan D).

2. Alkohol (alcoholic cirrhosis).

3. Kelainan metabolik :

a. Hemokromatosis (kelebihan beban besi).

b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga).

c. Defisiensi Alpha l-antitripsin.

d. Glikonosis type-IV.

e. Galaktosemia.

f. Tirosinemia.

4. Kolestasis.

5. Gangguan imunitas ( hepatitis lupoid ).

6. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan

lain-lain).

7. Non alcoholic fatty liver disease (NAFLD).

8. Kriptogenik.

9. Sumbatan saluran vena hepatica.

19

Page 20: Presentasi Kasus

4. PATOFISIOLOGI

Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat.

Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor

utama lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan

kelebihan zat besi. Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan

tiga karakteristik :

1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar

yang menggantikan lobulus.

2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran

bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga

besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).

3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan.

Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain

kematian sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis

pada mulanya berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh

berbagai macam faktor. Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit,

maka tubuh akan melakukan regenerasi terhadap sel-sel yang mati tersebut.

Dalam kaitannya dengan fibrosis, hepar normal mengandung kolagen

interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta, sekitar vena sentralis, dan

kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta

komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus dan sel-

sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke

vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini pada dasarnya

mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan pertukaran

bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran

20

Page 21: Presentasi Kasus

cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara

hepatosit dan plasma sangat terganggu.

5. GEJALA KLINIS

Beberapa tanda dan gejala sirosis hepatis yang paling umum adalah :

1. Kulit yang menguning (ikterik) yang disebabkan oleh

akumulasi bilirubin dalam darah

2. Asites, edem pada tungkai

3. Kelelahan

4. Kelemahan

5. Kehilangan nafsu makan

6. Gatal

7. Mudah memar (terjadi akibat penurunan produksi faktor

pembekuan darah oleh sel hepar)

Bila sudah lanjut (dekompensata) gejala-gejala lebih menonjol terutama

bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya

rambut badan, gangguan tidur dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai

adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan

gusi, gangguan silus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh

pekat, muntah darah dan melena, perubahan mental, meliputi mudah lupa,

sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.

6. KLASIFIKASI

A. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepar atas 3 jenis,

yaitu:

1. Mikronodular

21

Page 22: Presentasi Kasus

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam septa

parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis

mikronodular besar nodul mencapai 3 mm. Dapat berubah menjadi

makronodul sehingga dijumpai tipe campuran.

2. Makronodular

Sirosisi makronodul ditandai dengan terbentuknya septa dengan

ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya bervariasi,

terdapat nodul besar didalamnya, daerah luas dengan parenkim yang

masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.

3. Campuran

Memperlihatkan gambaran mikro dan makronodul.

B. Secara fungsional sirosis hepar terbagi menjadi :

1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut sebagai Laten sirors hati. Pada

stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.

Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.

2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan Active Sirosis hati, pada

stadium ini gejala-gejala sudah jelas, misalnya : asites, edema dan

ikterus.

C. Klasifikasi sirosis hati menurut Child-Pugh

22

Page 23: Presentasi Kasus

7. DIAGNOSIS

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada

waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk

evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali

fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu

protrombin.

1) Aspartat aminotransferase (AST)/Serum Glutamil Oksalo Asetat (SGOT)

dan Alanin aminotransferase (ALT)/ Serum Glutamil Piruvat Asetat

(SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat

daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak

mengenyampingkan adanya sirosis.

2) Alkali Fosfatase, meningkat kut=rang dari 2 sampai 3 kali batas normal

atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis

sklerosis primer dan sirosis bilier primer.

23

Page 24: Presentasi Kasus

3) Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya

alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit

hati alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT

mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari

hepatosit.

4) Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi

bisa meningkat pada sirosis yang lanjut.

5) Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun

sesuai dengan perburukan sirosis.

6) Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari

pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid,

selanjutnya mengimduksi produksi imunoglobulin.

7) Protrombin time mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati,

sehingga pada sirosis hati akan memanjang.

8) Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan

dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.

9) Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam.

Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan netropenia akibat

splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga

terjadi hipersplenisme

10) Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk

konfirmasi adanya hipertensi porta. USG sudah secara rutin digunakan

karena [emeriksaannya noninvasif dan mudah digunakan, namun

sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG

meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya

massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaanya

irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG

juga bisa melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan

24

Page 25: Presentasi Kasus

pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien

sirosis.

11) Tomografi komputerisasi informasinya sama dengan USG, tidak rutin

digunakan karena biayanya relatif mahal

12) Magneting Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam

mendiagnosis sirosis selain mahal biayanya.

8. KOMPLIKASI

Morbiditas dan mortalitas sirosis hati tinggi akibat komplikasinya. Berikut

berbagai macam komplikasi sirosis hati:

1. Hipertensi Portal.

2. Asites.

3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai yaitu

infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi

sekunder intra abdominal. Biasanya terdapat asites dengan nyeri

abdomen serta demam.

4. Varises esophagus dan hemoroid. Varises esophagus merupakan salah

satu manifestasi hipertensi porta yang cukup berbahaya. Sekitar 20-40%

pasien sirosis dengan varises esophagus pecah menimbulkan

perdarahan.

5. Ensefalopati Hepatik. ensefalopati hepatic merupakan kelainan

neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur

kemudian berlanjut sampai gangguan kesadaran dan koma. Ensefalopati

hepatic terjadi karena kegagalan hepar melakukan detoksifikasi bahan-

bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3 berasal dari pemecahan

protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu, peningkatan kadar NH3

dapat disebabkan oleh kelebihan asupan protein, konstipasi, infeksi,

25

Page 26: Presentasi Kasus

gagal hepar, dan alkalosis. Berikut pembagian stadium ensefalopati

hepatikum :

6. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan

fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa

adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan

penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi

glomerulus.

B. ASITES1. DEFINISI

Asites adalah akumulasi cairan (biasanya cairan serosa yang merupakan

cairan berwarna kuning pucat dan jelas) dalam rongga (peritoneal) perut.

Rongga perut terletak di bawah rongga dada, dipisahkan oleh diafragma.

Penyebab utama asites merupakan hipertensi portal yang berhubungan

dengan sirosis hepar. Akan tetapi, keganasan dan infeksi juga dapat

menyebabkan asites. Pada dasarnya penimbunan cairan dirongga

peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni transudasi dan

eksudasi. Asites yang berhubungan dengan sirosis hepatis dan hipertensi

porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga peritonem

yang terjadi melalui proses transudasi.

2. PATOFISIOLOGIAda 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita

Sirosis Hepatis, yaitu :

1. Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam

serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati

terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan

kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang.

Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda

kritis untuk timbulnya asites.

26

Page 27: Presentasi Kasus

2. Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises

esophagus, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan

koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila

kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang

walaupun hipertensi portal tetap ada (Sujono Hadi). Hipertensi portal

mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun

menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron

juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit

terutama natrium . dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi

natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan.

Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan

vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan

resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta

ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik)

akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related

27

Page 28: Presentasi Kasus

peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut,

maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat

hipertensi porta menjadi semakin menetap.  Hipertensi porta tersebut akan

meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler

usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya

menyebabkan asites.

Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen

juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi

vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif)

arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron

serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan

reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air

(H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di

rongga tubuh.

3. DIAGNOSISAsites lanjut amat mudah dikenali. Pada pemeriksaan akan nampak perut

membuncit seperti perut katak, umbilikus seolah bergerak ke arah kaudal

mendekati simpisis os pubis. Sering dijumpai hernia umbulikalis akibat

tekanan intraabdomen yang meningkta. Pada perkusi pekak samping

meningkat dan terjadi shifting dullnes. Asites yang masih sedikit belum

menunjukkan tanda-tanda fisis yang nyata. Diperlukan cara pemeriksaan

khusus misalnya denga pudle sign untuk menentukan asites. Pemeriksaan

penunjang yang dapat memberikan informasi untuk mendeteksi asites adalah

unltrasosnografi. Untuk menegakkkan diagnosis asites, ultrasonografi

mempunyai ketelitian yang tinggi.

Dikenal adanya :

28

Page 29: Presentasi Kasus

– Cairan transudat, kumpulan cairan disekeliling usus, dijumpai pada

kegagalan hepar/ sirosisi hepatis, gagal ginjal dengan syndroma nefrotik,

dekom kordis, hipoproteinemia.

– Cairan eksudat, kumpulan cairan dengan septa atau eko internal, dapat

dijumpai pada penyakit unfeksi, perdarahan, malignansi peritoneum, atau

metastase peritoneum.

C. USG

USG merupakan suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi kelainan-

kelainan yang ada di dalam rongga abdomen / perut / organ-organ tertentu

dengan menggunakan gelombang ultrasound.

Gelombang ultrasound terdiri dari suatu pengubah mekanik dari suatu

medium seperti udara. Pengubah mekanik itu melewati medium pada suatu

kecepatan tertentu menyebabkan getaran. Kecepatan partikel-pertikel tersebut

bergetar disebut frekuensi, diukur dalam putaran per menit atau hertz (Hz). Suara

menjadi tidak kedengaran oleh telinga manusia kira-kira di atas 20 kHz, atau 20

ribu Hertz, dan itulah yang dikenal dengan ultrasound. Diagnostik imaging

menggunakan frekuensi yang jauh lebih tinggi, yaitu megahertz (MHz), atau

jutaan Hertz.

Frekuensi yang semakin tinggi menggunakan resolusi yang lebih baik. Yang

terakhir adalah kemampuan untuk membedakan dua objek yang berdekatan.

Meskipun demikian, dengan peningkatan frekuensi, lebih banyak sorotan

ultrasound yang terikat oleh target dan sorotan tersebut tidak dapat dipenetrasi

lebih jauh. Untuk alasan ini, frekuensi yang lebih tinggi (7,5 MHz) digunakan

29

Page 30: Presentasi Kasus

untuk memberikan gambaran yang baik dan terperinci dari organ-organ

superfisial seperti prostat, testis, tiroid dan dada., dan frekuensi yang lebih

rendah (3,5 MHz) untuk pemeriksaan abdomen.

Sebelum melakukan pemeriksaan USG ada beberapa persiapan yang harus

dilakukan oleh pasien yaitu :

1. Penderita obstipasi sebaiknya diberikan laksatif di malam sebelumnya.

2. Untuk pemeriksaan organ-organ di rongga perut bagian atas, sebaiknya

dilakukan dalam keadaan puasa dan pada pagi hari dilarang makan dan

minum yang dapat menimbulkan gas dalam perut karena akan mengaburkan

gambar organ yang diperiksa.

3. Untuk pemeriksaan kandung empedu dianjurkan puasa sekurang-kurangnya 6

jam sebelum pemeriksaan, agar diperoleh dilatasi pasif yang maksimal.

4. Untuk pemeriksaan dan daerah pelvis, buli-buli harus dalam keadaan penuh

30

Page 31: Presentasi Kasus

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis Sirosis Hepatis ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan alloanamnesis dari anak perempuan pasien,

didapatkan seorang Perempuan berusia 76 tahun diantarkan keluarganya datang ke

IGD RSUD KRT Setjonegoro dengan keluhan perut membesar sejak sekitar 1

minggu yang lalu. Pasien baru kali memiliki keluhan perut membesar. Perut tampak

kembung, tidak teraba massa, keras. Pasien tampak lemah, Ekstrenitas bawah tampak

edema. Demam (+), Batuk (+), Pilek (+), nyeri perut (+), Pusing (+), Alergi (-),

tampak ikterik, dan Sebelum sakit, makan lancar dan tidak ada keluhan. Terdapat

riwayat Hipertensi. Riwayat alcohol dan merokok disangkal. Pada hasil USG,

didapatkan gambaran sirosis hepatis dan asites.

Sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa insidensi Sirosis hepatis

sering terjadi/kebanyakan ditemukan pada pasien lebih dari 40 tahun, sedangkan

pasien berusia 76 tahun. Berdasarkan gejala umum juga didapatkan pasien lemah,

kehilangan nafsu makan dan berdasarkan literature menyatakan bahwa kehilangan

nafsu makan dan pasien tampak lemah salah satu dari gejala umum sirosis hepatis.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak edema, asites, serta riwayat

hipertensi. Hal ini sesuai dengan literatur, yang menyatakan bahwa asites dan edema

31

Page 32: Presentasi Kasus

adalah salah satu dari komplikasi terjadinya sirosis hepatis. Proses asites sendiri ada

kemungkinan diakibatkan oleh salah satu komplikasi sirosis hepatis yaitu hipertensi

porta yang mana mekanismenya sudah dijelaskan di tinjauan pustaka.

Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapat pada hasil lab

pasien angka SGOT dan SGPT meningkat dan angka albumin serta Hemoglobin

menurun. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa peningkatan

SGOT dan SGPT serta penurunan albumin menjadi salah satu penunjang untuk

mengarah ke sirosis hepatis. Hemoglobin yang menurun menjadi salah satu penyebab

pasien merasa pusing dan lemah. HbsAg negative bisa diartikan untuk

mengkesampingkan kemungkinan penyebab dari sakitnya yaitu hepatitis.

Pemeriksaan USG yang menunjukan adanya gambaran sirosis hepatitis menjadi

pendukung tambahan adanya kelainan di hepar yang mengarah sebagai penyebab

adanya asites yang juga muncul di gambaran USG.

32

Page 33: Presentasi Kasus

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,

pasien didiagnosis sirosis hepatis dengan Asites, sesuai dengan literature yang

disebutkan. Adanya riwayat hipertensi menandakan adanya gangguan pada system

jantung atau pembuluh darah dari pasien. Perlu dilakukan pemeriksaan tambahan

hasil lab seperti angka bilirubin dan protombine time untuk mengetahui lebih lanjut

angka prognosis dan klasifikasi dari sirosis hepatis pasien. Perlu juga dilakukan

pemeriksaan USG tambahan untuk menemukan apakah ada kelainan pada kondisi

vena porta.

Prognosis pada pasien ini menyesuaikan dengan klasifikasi dari child-pugh

yaitu child-pugh kelas B dengan kemungkinan hidup selama 1 tahun sebesar 80%.

33

Page 34: Presentasi Kasus

DAFTAR PUSTAKA

1. Amiruddin Rifai. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 415-6.

2. Feldman, M., 2010. Ascites and spontaneous bacterial peritonitis, 9th Edition

ofGastrointestinal and Liver Disease. Sounders & Elsevier, pp: 1517-1578

3. Hirlan. Asites. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.

5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009

4. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Hati dan saluran empedu Dalam : Hartanto

H, Darmaniah N, Wulandari N. Robbins Buku Ajar Patologi. 7th Edition.

Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. hal. 671-2.

5. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas.

Dalam : Sylvia A.Price et.al, eds. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC ; 2006. Hal.472-5.

6. Price&Wilson. Patofisiologi. Konsep-konsep Proses Proses Penyakit. Edisi 6

Volume 1. Jakarta : EGC;2006

7. http://bjr.birjournals.org/cgi/content/full/77/918/521

8. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Ed. Kedua. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI

9. Sidharta H., Atlas Ultrasonografi Abdomen dan Beberapa Organ Penting.

Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; Gaya Baru; 2006.

34

Page 35: Presentasi Kasus

10. Sutadi SM. Sirosis hati. Usu repository. 2003. [cited on 2011 February 23rd].

Available from : URL : http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789

/3386/1/ penydalam-srimaryani5.pdf

11. Taylor CR. Cirrhosis. emedicine. 2009. [cited on 2011 February 23rd].

Available from: URL : http://emedicine.medscape.com/article/366426-

overview

35