SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H ...

9
Departemen Kimia, FMIPA UI 1 SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin SEBAGAI FLUOROSENSOR PENGKELAT ION LOGAM BERAT Cu 2+ DAN Fe 3+ Arya Aditya Purbadi (1106066372) Pembimbing I: Dr. rer. nat. Agustino Zulys Pembimbing II: Drs. Ismunaryo M.Phil Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia ABSTRAK Salah satu metode untuk menentukan keberadaan ion logam dalam suatu sampel adalah dengan senyawa pengkelat yang mampu berfluorosensi dalam bentuk kompleksnya. Senyawa ligan pengkelat yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin. Senyawa ligan tersebut disintesis dengan dua tahap yakni tahap kondensasi Claisen-Schmidt dan tahap penambahan metil hidrazin berlebih. Karakterisasi senyawa ligan yang disintesis dilakukan dengan bantuan instrumentasi seperti spektroskopi FTIR dan NMR. Eksperimen ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi ion logam Cu 2+ dan Fe 3+ yang dikelatkan dengan ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin, terhadap kemampuannya berfluorosensi sebagai senyawa kompleks. Selektivitas ligan dalam mengkelat ion logam-pun dipertimbangkan. Variasi konsentrasi kedua ion logam diurutkan dari 0,001; 0,002; 0,003; 0,004; 0,005; 0,006; 0,007; 0,008; 0,009 dan 0,01 mol L -1 , dalam keberadaan 0,01 mol L -1 senyawa ligan. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa seiring peningkatan konsentrasi ion Cu 2+ pada kompleks Cu-ligan, emisi fluorosensinya semakin meredup, pada panjang gelombang 255 nm. Hal yang sama terjadi pada kompleks Fe-ligan, terjadi peredupan emisi seiring dengan meningkatnya konsentrasi Fe 3+ pada kompleks Fe-ligan, di atas konsentrasi Fe 3+ 0,028 mol L -1 , pada panjang gelombang 509 nm. Pada uji selektivitasnya, tercatat bahwa ligan ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin lebih senang mengkelat ion Fe 3+ dibandingkan Cu 2+ . PENDAHULUAN Logam berat secara umum adalah unsur-unsur logam pada tabel periodik yang memiliki densitas yang relatif tinggi. Logam berat dapat juga diklasifikasikan sebagai unsur logam di tabel periodik yang memiliki berat relatif atom lebih dari 40,04 (berat relatif atom Ca). Logam berat dapat ditemukan di alam dalam bentuk batu-batuan mineral yang ada di tanah. Salah satu sifat logam yang paling signifikan adalah sifat toksisitasnya terhadap tubuh manusia. Diantara 92 unsur yang terdapat di alam, ada 30 unsur logam dan metalloid (menyerupai logam) yang bersifat toksik atau beracun (Morais et. al. 2012). Beberapa jenis logam berat yang sangat terikat dengan kita sebagai manusia, adalah tembaga (Cu) dan besi (Fe). Kedua logam tersebut umumnya terdapat dalam tubuh manusia dalam bentuk ionnya yakni ion Cu 2+ dan ion Fe 3+ . Kedua ion logam tersebut memiliki peran yang sangat pentuing dalam kehidupan manusia, akan tetapi kedua ion logam tersebut mampu bersifat toksik pada konsentrasi tinggi. Beberapa metode telah dimanfaatkan untuk menganalisis kandungan logam berat dalam suatu objek paparan (air, darah, tanah, dan lain-lain), dalam upaya mencegah paparan logam terhadap tubuh manusia. Salah satu metode untuk analisis logam berat adalah metode pembentukan senyawa kompleks dengan ligan. Salah satu ligan yang dapat dimanfaatkan untuk analisis logam berat adalah senyawa turunan pirazol. Dalam penelitian ini, ligan turunan pirazol yang digunakan untuk menguji keberadaan ion logam berat adalah ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H- pirazol-3-yl)piridin. Ligan jenis ini memiliki kemampuan membentuk kelat dengan ion-ion logam (Pangestu, 2015), serta kemampuan berflurosensi saat membentuk kelat dengan ion logam. Oleh karena itu, intensitas cahaya yang diemisikan karena sifat fluorosensinya dapat digunakan dalam menganalisis kadar ion logam. Selektivitas Ligan ..., Arya Aditya Purbadi, FMIPA UI, 2016

Transcript of SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H ...

Page 1: SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H ...

   

Departemen  Kimia,  FMIPA  UI    1    

SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin SEBAGAI FLUOROSENSOR PENGKELAT ION LOGAM BERAT Cu2+ DAN Fe3+

Arya Aditya Purbadi (1106066372)

Pembimbing I: Dr. rer. nat. Agustino Zulys Pembimbing II: Drs. Ismunaryo M.Phil

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia

ABSTRAK

Salah satu metode untuk menentukan keberadaan ion logam dalam suatu sampel adalah dengan senyawa pengkelat yang mampu berfluorosensi dalam bentuk kompleksnya. Senyawa ligan pengkelat yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin. Senyawa ligan tersebut disintesis dengan dua tahap yakni tahap kondensasi Claisen-Schmidt dan tahap penambahan metil hidrazin berlebih. Karakterisasi senyawa ligan yang disintesis dilakukan dengan bantuan instrumentasi seperti spektroskopi FTIR dan NMR. Eksperimen ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi ion logam Cu2+ dan Fe3+ yang dikelatkan dengan ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin, terhadap kemampuannya berfluorosensi sebagai senyawa kompleks. Selektivitas ligan dalam mengkelat ion logam-pun dipertimbangkan. Variasi konsentrasi kedua ion logam diurutkan dari 0,001; 0,002; 0,003; 0,004; 0,005; 0,006; 0,007; 0,008; 0,009 dan 0,01 mol L-1, dalam keberadaan 0,01 mol L-1 senyawa ligan. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa seiring peningkatan konsentrasi ion Cu2+ pada kompleks Cu-ligan, emisi fluorosensinya semakin meredup, pada panjang gelombang 255 nm. Hal yang sama terjadi pada kompleks Fe-ligan, terjadi peredupan emisi seiring dengan meningkatnya konsentrasi Fe3+ pada kompleks Fe-ligan, di atas konsentrasi Fe3+ 0,028 mol L-1, pada panjang gelombang 509 nm. Pada uji selektivitasnya, tercatat bahwa ligan ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin lebih senang mengkelat ion Fe3+ dibandingkan Cu2+.

 

PENDAHULUAN

Logam berat secara umum adalah unsur-unsur logam pada tabel periodik yang memiliki densitas yang relatif tinggi. Logam berat dapat juga diklasifikasikan sebagai unsur logam di tabel periodik yang memiliki berat relatif atom lebih dari 40,04 (berat relatif atom Ca). Logam berat dapat ditemukan di alam dalam bentuk batu-batuan mineral yang ada di tanah. Salah satu sifat logam yang paling signifikan adalah sifat toksisitasnya terhadap tubuh manusia. Diantara 92 unsur yang terdapat di alam, ada 30 unsur logam dan metalloid (menyerupai logam) yang bersifat toksik atau beracun (Morais et. al. 2012).

Beberapa jenis logam berat yang sangat terikat dengan kita sebagai manusia, adalah tembaga (Cu) dan besi (Fe). Kedua logam tersebut umumnya terdapat dalam tubuh manusia dalam bentuk ionnya yakni ion Cu2+ dan ion Fe3+. Kedua ion logam tersebut memiliki peran yang sangat pentuing dalam kehidupan manusia, akan tetapi kedua ion logam

tersebut mampu bersifat toksik pada konsentrasi tinggi.

Beberapa metode telah dimanfaatkan untuk menganalisis kandungan logam berat dalam suatu objek paparan (air, darah, tanah, dan lain-lain), dalam upaya mencegah paparan logam terhadap tubuh manusia. Salah satu metode untuk analisis logam berat adalah metode pembentukan senyawa kompleks dengan ligan. Salah satu ligan yang dapat dimanfaatkan untuk analisis logam berat adalah senyawa turunan pirazol.

Dalam penelitian ini, ligan turunan pirazol yang digunakan untuk menguji keberadaan ion logam berat adalah ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin. Ligan jenis ini memiliki kemampuan membentuk kelat dengan ion-ion logam (Pangestu, 2015), serta kemampuan berflurosensi saat membentuk kelat dengan ion logam. Oleh karena itu, intensitas cahaya yang diemisikan karena sifat fluorosensinya dapat digunakan dalam menganalisis kadar ion logam.  

Selektivitas Ligan ..., Arya Aditya Purbadi, FMIPA UI, 2016

Page 2: SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H ...

   

Departemen  Kimia,  FMIPA  UI    2    

Gambar 1. Struktur 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin.

Gambar 2. (a)Tahap kondensasi Claisen-Schmidt; (b) Tahap reaksi Wolff-Kischner.

Penelitian ini akan memfokuskan pada kemampuan selektivitas ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin sebagai agen pengkelat untuk beberapa jenis ion logam yakni Fe3+ dan Cu2+. Penelitian ini juga memfokuskan terhadap pengaruh konsentrasi ion logam terhadap fluorosensi kompleks logam-ligan L, serta sensitifitas instrumen spektroskopi UV-Vis dalam menganalisis beberapa jenis ion logam.

Penelitian ini pernah dilakukan sebelumnya oleh Ciupa et. al. pada tahun 2012, dimana mereka meneliti tentang ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin dan 2-(1-metil-5-fenil-1H-pirazol-3-yl)piridin, dalam mengkelat Zn2+ dan Cd2+; Pangestu pada tahun 2015, dimana dia meneliti kemampuan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin berflurosensi saat mengkelat Pb2+; Hajra et.al. pada tahun 2011, dimana mereka meneliti tentang kemampuan ligan pirazol berfluorosensi dalam mengkelat Ir3+ membentuk kompleks siklometal.

BAHAN-BAHAN KIMIA

Bahan-bahan untuk sintesis ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin adalah: 2-asetilpiridin (Sigma-Aldrich A21002), natrium hidroksida padat (Merck), metil hidrazin (Merck), benzaldehida (Merck), etanol p.a (Merck), metanol (Merck), n-heksana (Merck), etil-asetat (Merck), toluena (Merck), dan natrium sulfat anhidrat (Merck).

Sumber ion logam Cu2+ dan Fe3+ untuk kebutuhan analisis kompleks adalah senyawa tembaga (II) nitrat trihidrat (Cu(NO3)2 • 3H2O) (Merck) dan besi (III) nitrat nonahidrat (Fe(NO3)3 • 9H2O) (Merck).

METODE PENELITIAN

PEMBUATAN LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin

Pembuatan atau sintesis ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin atau ligan L dilakukan sesuai dengan dua tahapan reaksi (Ciupa et. al., 2012).

1. Kondensasi Claisen-Schmidt:

Sebanyak 0,94 mL 2-asetilpiridin dilarutkan ke dalam 20 mL etanol kering, dan kemudian ditambahkan 0,54 g (1 butir) katalis basa NaOH padat. Campuran kemudian direaksikan dengan 0,52 mL benzaldehida hingga membentuk warna kuning-kemerahan. Larutan kuning-kemerahan ini kemudian diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam hingga membentuk endapan kalkon kuning-kecoklatan. Endapan kalkon kemudian disaring via filtrasi dan dicuci dengan etanol dingin. Padatan kalkon ditimbang.

2. Reaksi Wolff-Kischner:

Sebanyak 0,68 g kalkon dilarutkan dalam 10 mL etanol kering dan kemudian diaduk dengan pengaduk magnet selama 10 menit. Pengadukan dilakukan pada suhu dan tekanan ruang (250C dan 1 atm). Campuran ditambahkan dengan 0,22 mL metil hidrazin dan diaduk kembali selama 3 jam hingga membentuk endapan kuning. Endapan kuning yang terbentuk adalah produk akhir 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin (BM = 254.18). Produk dicuci dengan etanol dingin, dan kemudian ditimbang.

REKRISTALISASI LIGAN DENGAN TOLUENA

Sebanyak +0.4 g ligan L padat ditambahkan pelarut toluena panas dalam labu Erlenmeyer. Harus ditekankan bahwa ligan L sulit melarut dalam toluena dingin sehingga pelarut toluena harus dipanaskan terlebih dahulu. Penambahan toluena panas kepada

N NCH3

NN

CH3

ON

O

0,54 g PhCHO, 20 mL EtOH

3 tetes NaOH

0,22 mL H2NNHMe, 10 mL EtOH

N NCH3

N

0,68 g kalkon

2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin

0,94 mL 2-asetilpiridin

24 jam

3 jam

(a)

(b)

Selektivitas Ligan ..., Arya Aditya Purbadi, FMIPA UI, 2016

Page 3: SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H ...

   

Departemen  Kimia,  FMIPA  UI    3    

Gambar 3. Mekanisme reaksi kondensasi Claisen-Schmidt 2-asetilpiridin menjadi kalkon.

padatan ligan L dilakukan hingga ligan L melarut sepenuhnya dan jenuh. Larutan kemudian didinginkan pada suhu ruang sampai terbentuknya kristal pada dasar larutan. Pendinginan larutan dengan bak es bisa dilakukan untuk mempercepat pembentukan kristal, namun hanya dilakukan setelah sejumlah kristal terbentuk pada pendinginan suhu ruang. Kristal yang terbentuk nantinya adalah kristal ligan L murni. Kemurnian ligan diuji dengan KLT menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (2:1).

KARAKTERISASI LIGAN

Karakterisasi ligan L dilakukan dengan dua instrumentasi, yang pertama adalah spektroskopi FTIR dan yang kedua adalah spektroskopi H1NMR dan C13NMR. Analisis dengan spektroskopi FTIR digunakan dalam menentukan gugus fungsi yang terdapat pada ligan L agar memastikan bahwa ligan L yang tersintesis adalah ligan L yang sesungguhnya. Kemudian analisis dengan spektroskopi H1NMR dan C13NMR digunakan dalam menentukan posisi atom hidrogen pada ligan L, dan memastikan struktur molekul organiknya pula.

PENENTUAN RUMUS KOMPLEKS

Rumus kompleks ditentukan dengan metode Job. Untuk melaksanakan metode Job, kita harus mengetahui terlebih dahulu panjang gelombang maksimal, λmax untuk masing-masing kompleks [CuLn]2+ dan [FeLn]3+ dengan spektrofotometer UV-Vis. Dalam pelarut etanol, dibuat larutan kompleks dengan fraksi mol ion logam Cu2+ dan Fe3+: 0,000; 0,125; 0,250; 0,375; 0,500; 0,625; 0,750; 0,875; 1,000.

UJI FLUOROSENSI KOMPLEK Cu-LIGAN DAN Fe-LIGAN

Pengukuran ini dilakukan dengan instrument spektrofotometer flurosensi. Prosedur dilakukan dengan membuat larutan ion logam Cu2+ dan Fe3+ dalam etanol, dengan konsentrasi: 0,000; 0,001; 0,002; 0,003; 0,004; 0,005; 0,006; 0,007; 0,008; 0,009; 0,010 mol L-1. Kemudian seluruh larutan ion logam direaksikan dengan 0,01 mol L-1 larutan ligan L, dengan rasio volume logam : ligan (1:1). Masing-masing sampel kompleks diuji intensitas emisinya dan kemudian didapatkan grafik emisi vs. konsentrasi ion logam. Sensitifitas untuk masing-masing logam

ditentukan bedasarkan nilai ε untuk masing-masing pengukuran dengan persamaan:

ϵ = !"#$%&'!"#$%  !"#$%  (!")

(1)

UJI SELEKTIVITAS LIGAN TERHADAP ION Cu2+ DAN Fe3+

Penentuan ini dilakukan dengan cara mencampurkan larutan Cu2+ dan Fe3+ dalam etanol, yang masing berkonsentrasi 0,001 mol L-1. Kemudian campuran direaksikan dengan 0,001 mol L-1 larutan ligan L, dengan rasio volume logam : ligan (1:1). Dengan menggunakan spektrofotometri fluorosensi, ditentukan nilai λmax yang akan menunjukan dua puncak yakni untuk λmax Cu2+ dan λmax Fe3+. Dari kedua nilai λmax ditentukan dan dibandingkan nilai intensitas emisi relatifnya antar satu sama lainnya. Semakin tinggi nilai intensitasnya, maka ligan L semakin suka berikatan dengan ion logam tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin

Pada tahap kondensasi Claisen-Schmidt, 2-asetilpiridin yang bertindak sebagai prekursor reaksi, diserang oleh nukleofil OH- yang berasal dari katalis NaOH. Ion OH- menyerang atom hidrogen-alfa (Hα). Penyerangan ini menyebabkan pembentukan molekul H2O yang lepas, dan pembentukan ikatan rangkap pada karbon-alfa (Cα) dengan karbon dari karbonil (C=O). Resonansi terjadi pula pada karbonil dari C=O menjadi C-O-.

N

O

H

HH

OH -

N

O-

H

H+

O

HN

O O-

H OCH3

- C2H5O-

N

O OH

H H

O-

CH3

- H2O

OH

N

O-

- OH-N

O

- C2H5OH

Ha

Ca

karbon elektrofil

Ha(2E)-3-fenill-1-(piridin-2-yl)prop-2-en-1-on

Ion 3-oxo-1-fenil-3-(piridin-2-yl)propan-1-olat

Selektivitas Ligan ..., Arya Aditya Purbadi, FMIPA UI, 2016

Page 4: SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H ...

   

Departemen  Kimia,  FMIPA  UI    4    

Gambar 4. Padatan kalkon.

Gambar 5. Mekanisme reaksi Wolff-Kischner kalkon menjadi ligan L.

Gambar 6. Padatan ligan L.

Molekul benzaldehida kemudian membentuk karbon elektrofil pada gugus karbonilnya akibat resonansi, yakni dari C=O menjadi +C-O-. Akibat pembentukan karbon elektrofil tersebut, terjadi penyerangan karbon elektrofil oleh gugus alkena pada struktur alifatik 2-asetilpiridin. Hasil dari penyerangan ini, adalah penggabungan molekul 2-asetilpiridin dan benzaldehida membentuk Ion 3-oxo-1-fenil-3-(piridin-2-yl)propan-1-olat.

Gugus -O- pada molekul tersebut kemudian menyerang pelarut etanol sehingga ion tersebut terprotonasi membentuk gugus hidroksil (-OH). Molekul 3-oxo-1-fenil-3-(piridin-2-yl)propan-1-olat yang terprotonasi diserang kembali oleh ion etanolat (CH3CH2O-). Ion etanolat kemudian menyerang atom Hα pada molekul 3-oxo-1-fenil-3-(piridin-2-yl)propan-1-olat yang terprotonasi. Gugus alifatik molekul tersebut kembali membentuk gugus alkena. Reaksi ini diakhiri dengan adanya penataan ulang atau rearrangement yang berujung pada pembentukan molekul (2E)-3-fenill-1-(piridin-2-yl)prop-2-en-1-on atau yang biasa disebut kalkon.

Pada tahap reaksi Wolff-Kischner, senyawa kalkon direaksikan dengan metil hidrazin (H2NNHCH3) cair berlebih. Dalam reaksi ini, digunakan media pelarut etanol. Metil hidrazin harus digunakan dalam konsentrasi berlebih guna mengoptimalkan produksi ligan (Ciupa et. al., 2012; Day & Underwood, 1999).

Reaksi terjadi dengan indikasi perubahan warna larutan kalkon dari putih ke sedikit kekuningan. Reaksi yang terjadi adalah penyerangan karbokation atau karbon elektrofil dari gugus karbonil yang beresonansi, oleh atom nitrogen yang terikat dengan dua hidrogen dari molekul metil hidrazin (-NH2). Penyerangan tersebut diakhiri dengan pembentukan senyawa intermediet yang mengalami penataan ulang dan dehidrasi membentuk 2-[(1E,2E)-1-(2-metilhidraziniliden)-3-fenilprop-2-en-1-yl]piridin yang merupakan senyawa imina.

Senyawa 2-[(1E,2E)-1-(2-metilhidraziniliden)-3-fenilprop-2-en-1-yl]piridin kembali mengalami penataan

ulang, dimana gugus

alkena pada karbon alifatiknya menyerang salah satu atom hidrogen dari nitrogen yang terikat dengan gugus metil (-HN-CH3). Dari reaksi tersebut, terbentuknya dua ion yakni karbokation dan nitroanion, dimana kedua ion tersebut kemudian membentuk ikatan kovalen. Pembentukan ikatan tersebut berakhir dengan pembentukan produk utama dari sintesis ini yakni ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin.

Prosedur sintesis tahap ini dilakukan sebanyak tiga kali pula. Nilai yield rata-rata untuk tahap kondensasi Claisen-Schmidt adalah 82,20%, nilai yield rata-rata untuk tahap reaksi Wolff-Kischner adalah 45.56 %.

REKRISTALISASI LIGAN DENGAN TOLUENA

Prosedur rekristalisasi ligan dilakukan sebanyak dua kali. Rekristalisasi pertama adalah untuk sampel hasil sintesis pertama sebagai uji coba, dan rekristalisasi kedua adalah untuk sampel hasil sintesis kedua dan ketiga. Hasil rekristalisasi masing-masing kemudian diuji dengan KLT menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (2:1). Hasil KLT kedua sampel

N

O

N C+O-

NH2 NHCH3

N

NH+

O-NH

CH3

H

N

NNH

CH3

OH

H

N

N- NH

CH3

OH2+

N

NN

CH3

H

-H2O

CH+N

NN-CH3

N

N NCH3

2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin

karbon elektrofil

Selektivitas Ligan ..., Arya Aditya Purbadi, FMIPA UI, 2016

Page 5: SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H ...

   

Departemen  Kimia,  FMIPA  UI    5    

Gambar 6. Hasil KLT kedua sampel rekristalisasi ligan L

Gambar 7. Spektrum FTIR ligan L

Gambar 8. Spektrum 1H-NMR ligan L

Gambar 9. Spektrum 13C-NMR ligan L

dibandingkan nilai Rf standar (hasil penelitian) yakni 0,35.

Diketahui bahwa tebentuk dua spot pada uji KLT ligan L terekristalisasi kedua. Hal ini menyatakan bahwa masih terdapat ketidakmurnian pada sampel. Spot yang bawah pada analisis KLT merupakan spot yang berbeda dari spot-spot yang terbentuk dari analisis KLT standarnya, dengan kata lain terdapat senyawa asing yang melekat pada ligan setelah rekristalisasi. Senyawa asing yang menjadi pengotor dari ligan adalah sisa pelarut toluena.

KARAKTERISASI LIGAN

Gambar 7. memperlihatkan beberapa serapan IR yang ditimbulkan oleh gugus-gugus fungsi aktif pada ligan L. Serapan yang ditunjukan adalah pada panjang gelombang 3300-3550 cm-1 berasal dari stretching gugus -N-H, panjang gelombang 3000-3100 cm-1 berasal dari stretching gugus –C-H hibrida sp3, panjang gelombang 2850-2950 cm-1 berasal dari stretching gugus –C-H hibirda sp2, panjang gelombang 1700 cm-1 berasal dari stretching gugus –C=N-, dan panjang gelombang 1600 cm-1 berasal dari

stretching gugus –C=C-. Dari informasi tentang keberadaan gugus fungsi tersebut, gugus fungsi yang terbaca dengan spektroskopi FTIR sesuai dengan struktur ligan L yang diharapkan.

Hasil pegukuran dengan NMR mampu menunjukan struktur organik dari senyawa ligan yang dihasilkan dalam penelitian ini. Gambar 8. menunjukan hasil analisis dari 1H-NMR dan dapat dilihat bahwa setiap atom hidrogen diberi label A1-4, B1-6 dan C1-3. Sedangkan Gambar 9. dari 13C-NMR yang jenis karbonnya diberi label pula C1-13.

Kedua data NMR tersebut mengklarifikasikan hasil sintesis bahwa ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin terbentuk.

Selektivitas Ligan ..., Arya Aditya Purbadi, FMIPA UI, 2016

Page 6: SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H ...

   

Departemen  Kimia,  FMIPA  UI    6    

Gambar 10. Grafik Job absorbansi vs. fraksi mol Cu2+.

Gambar 11. Grafik Job absorbansi vs. fraksi mol Fe3+.

Gambar 12. Struktur yang memungkinkan untuk (a) [CuLn]2+; (b) [FeLn]3+

Gambar 13. Perubahan warna pembentukan kompleks (a) [CuL2]2+; (b) [FeL3]3+

RUMUS KOMPLEKS [CuLn]2+ dan [FeLn]3+

Rumus kompleks [CuLn]2+ dan [FeLn]3+ ditentukan dengan metode Job via instrument spektrofotometer UV-Vis. Rumus kedua kompleks ditentukan dari nilai absorbansi maksimum pada fraksi mol logam atau ligan tertentu, sebab pada fraksi mol logam atau ligan teresebut, pembentukan kompleks berlangsung sempurna tanpa adanya reaktan yang tersisa, sehingga spesi dari kompleks yang terbentuk sempurna tersebut mampu menyerap sinar tampak secara sempurna tanpa adanya gangguan. Pada konsentrasi ion logam dan ligan L yang sama, perbandingan volume logam : ligan dapat digunakan untuk menentukan rumus molekul kompleks. Panjang gelombang maksimum yang digunakan dalam menentukan rumus kompleks [CuLn]2+ dan [FeLn]3+ adalah 241 nm dan 236 nm.

Bedasarkan Gambar 10., dapat dilihat bahwa fraksi mol Cu2+ yang memiliki absorbansi maksmimum pada 241 nm adalah 0,32. Pada fraksi mol Cu2+ 0,32, perbandingan volume Cu2+ : ligan L adalah 1:2. Oleh karena itu, rumus molekul kompleks Cu-ligan L adalah [CuL2]2+. Sedangkan Gambar 11. menunjukkan fraksi mol Fe3+ dengan absorbansi maksimum pada 239 nm adalah 0,26, dimana perbandingan volume Fe3+ : ligan L adalah 1:3. Maka rumus kompleks Fe-ligan L adalah [FeL3]3+.

PENGARUH KONSENTRASI ION Cu2+ DAN Fe3+ TERHADAP EMISI FLUOROSENSI KOMPLEKS, DAN SENSITIFITAS

Saat logam Cu2+ yang direaksikan dengan ligan L, terjadi perubahan warna dari biru jernih ke jingga, dan kemudian menjadi merah tua saat membentuk kompleks [CuLn]2+ dengan sempurna. Sedangkan Perubahan warna yang terjadi saat ion logam Fe3+ direaksikan dengan ligan L adalah dari jingga menjadi hijau tua. Saat ion logam Fe3+ terkompleks sempurna menjadi [FeL3]3+, warna hijau tua larutan berubah menjadi jingga-kehijauan.

0  1  2  3  4  5  6  

0   0.2   0.4   0.6   0.8   1  

Absorban

si  

Fraksi  mol  Cu2+  

2  

2.5  

3  

3.5  

4  

4.5  

0   0.2   0.4   0.6   0.8   1  

Absorban

si  

Fraksi  mol  Fe3+  

Cu2+N

N

NCH3

N

N

NCH3

2+

Fe3+

N

N NCH3

N

N NCH3

N

N

N

CH3

3+

(a)   (b)  

(a)   (b)  

Selektivitas Ligan ..., Arya Aditya Purbadi, FMIPA UI, 2016

Page 7: SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H ...

   

Departemen  Kimia,  FMIPA  UI    7    

Gambar 14. Spektrum emisi fluorosensi kompleks (a) [CuL2]2+; (b) [FeL3]3+

Pengukuran fotometri untuk mengetahui pengaruh

konsentrasi ion Cu2+ dan Fe3+ pada kompleksnya masing-masing, terhadap emisi fluorosensinya, diuji pada panjang gelombang 255 nm dan 509 nm. Panjang gelombang dipilih bedasarkan hasil spektrometri penentuan panjang gelombang maksimum kedua sampel kompleks yang dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 15. menunjukan hasil fotometri dengan spektrofotometer fluorosensi dari kompleks [CuL2]2+ pada panjang gelombang 255 nm.

Harus dicatat bahwa emisi ligan L bersihnya atau konsentrasi ion Cu2+ 0 mol L-1 adalah 7,042 sehingga terjadi penurunan yang cukup drastis saat ion Cu2+ 0,001 mol L-1 dikelat oleh ligan L 0,01 mol L-1. Hal ini menyimpulkan bahwa ion Cu2+ meredupkan kemampuan fluorosensi ligan L, dan semakin tinggi konsentrasi ion Cu2+ pada kompleks [CuL2(H2O)2]2+, maka terjadi penurunan emisi fluorosensi.

Sensitifitas diukur bedasarkan nilai ε. Mengarah ke persamaan (1), nilai ε untuk kompleks [CuL2(H2O)2]2+ adalah sebagai berikut (tebal kuvet b = 1 cm):

ε =−6,568  L  mol!!

0,1  dm= −65,68  dm!mol!!

Gambar 16. menunjukan hasil fotometri dengan spektrofotometer fluorosensi dari kompleks [FeL3]3+ pada panjang gelombang 509 nm.

Sama seperti kompleks [CuL2(H2O)2]2+, emisi fluorosensi kompleks [FeL3]3+ mengalami peredupan seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Fe3+. Namun, ligan L murni pada 509 nm memiliki emisi sebesar 15,67, saat dikomplekskan dengan ion Fe3+ emisi fluorosensinya sempat meningkat, namun mengalami peredupuan seiring dengan naiknya konsentrasi.

Nilai ε untuk kompleks [FeL3]3+ ditentukan dari dua garis, yakni garis kenaikan emisi dan garis penurunan emisi:

ε =−5811  L  mol!!

0,1  dm= −58110  dm!mol!!

Bedasarkan nilai ε kompleks [CuL2(H2O)2]2+ dan kompleks [FeL3]3+, maka sensitifitas lebih tinggi pada [FeL3]3+, karena nilai ε-nya secara skalar lebih besar.

SELEKTIVITAS LIGAN TERHADAP ION Cu2+ DAN Fe3+

Selektivitas ditentukan dengan cara menghitung intensitas relatif masing-masing sampel ion logam (Ciupa et. al., 2012). Intensitas relatif yang semakin besar menunjukkan kecenderungan ligan mengkelat terhadap ion logam tersebut. Ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin pada penelitian ini terbukti bahwa ligan tersebut lebih senang mengkelat ion Fe3+ dibandingkan ion Cu2+. Intensitas relatif campuran kompleks [CuL2(H2O)2]2+ dan [FeL3]3+ pada panjang gelombang 255 nm dan 509 nm, adalah 4,123

(a)   (b)  

y  =  -­‐6.5688x  +  0.07  R²  =  0.54546  

0  

0.05  

0.1  

0.15  

0   0.002   0.004   0.006   0.008   0.01  

Emisi  

Konsentrasi  ion  Cu2+  (mol  L-­‐1)  

Gambar 15. Grafik emisi fluoroensi vs. konsentrasi ion Cu2+ pada 255 nm.

y  =  -­‐5811.3x  +  75  R²  =  0.44231  

0  

20  

40  

60  

80  

0   0.002   0.004   0.006   0.008   0.01  

Emisi  

Konsentrasi  ion  Fe3+  (mol  L-­‐1)  

Gambar 16. Grafik emisi fluoroensi vs. konsentrasi ion Fe3+ pada 509 nm.

Selektivitas Ligan ..., Arya Aditya Purbadi, FMIPA UI, 2016

Page 8: SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H ...

   

Departemen  Kimia,  FMIPA  UI    8    

dan 351,4. Data tersebut menunjukan bahwa intensitas relatifnya lebih tinggi pada panjang gelombang milik [FeL3]3+ sehingga disimpulkan bahwa pembentukan [FeL3]3+ lebih disukai.

Menurut Ciupa et. al., 2012 senisitifitas juga berperan dalam selektivitas ligan. Semakin besar nilai skalar ε, maka semakin suka ligan tersebut terhadap ion logamnya. Telah diketahui bahwa nilai ε kompleks [CuL2(H2O)2]2+ lebih kecil secara skalar daripada nilai ε kompleks [FeL3]3+, maka pembentukan kompleks [FeL3]3+ lebih disukai.

KESIMPULAN

Ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin berhasil disintesis dalam penelitian ini. Ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin atau ligan L yang disintesis tersebut memiliki kecenderungan lebih dalam mengkelat ion Fe3+ daripada ion Cu2+, dimana kompleks yang terbentuk dari kedua ion tersebut adalah [FeL3]3+ dan [CuL2(H2O)2]2+ berturut-turut. Pada kemampuan kedua kompleks tersebut dalam berfluorosensi, kompleks [CuL2(H2O)2]2+ memiliki emisi fluorosensi yang lebih redup dibandingkan ligan -(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin murni. Lebih dari itu, semakin tinggi konsentrasi ion Cu2+ pada kompleks [CuL2(H2O)2]2+, maka semakin redup pula emisi fluorosensinya. Sedangkan pada kompleks [FeL3]3+, terjadi kenaikan emisi fluorosensi saat ion Fe3+ dikelat oleh ligan 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl)piridin dengan konsentrasi 0,01 mol L-1. Namun setelah itu, kompleks [FeL3]3+ mengalami peredupan emisi flurousensi seiring dengan naiknya konsentrasi ion Fe3+.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 2009. Physical Chemistry Sixth Edition. Oxford University Press: Oxford

Chalmers, R. A. 2012. Seperation in Organic Chemistry. Chemistry Department, University of Aberdeen, Old Aberdeen, Scotland

Ciupa, A. et. al. 2012. Simple pyrazoline and pyrazole "turn on" fluorescent sensors selective for Cd2+ and Zn2+ in MeCN. Opus: University of Bath Online Publication Store http://opus.bath.ac.uk/

Day & Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif (alih bahasa: Sopyan, I). Prentice-Hall, Inc. Diterbit oleh Erlangga: Jakarta

Du, K. et. al. 2013. The Synthesis of Pyrazole Derivatives Based on Glucose. International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol. 4, No. 4, August 2013

Edwards, J. 2012. Principles of NMR. Process NMR Associates LLC, 87A Sand Pit Rd, Danbury CT 06810

Fessenden & Fessenden. 1999. Kimia Organik Edisi Ketiga: Jilid 1 (alih bahasa: Pudjamaatmaka, A. H.). Wadsworth, Inc.. Belmont, California 94002. Diterbit oleh Erlangga: Jakarta

Fessenden & Fessenden. 1999. Kimia Organik Edisi Ketiga: Jilid 2 (alih bahasa: Pudjamaatmaka, A. H.). Wadsworth, Inc.. Belmont, California 94002. Diterbit oleh Erlangga: Jakarta

Hajra, T. et. al. 2011. Cyclometalated Ir(III) complexes containing ancillary pyrazole-based ligands. Pelagia Research Library Der Chemica Sinica, 2011, 2 (2): 194-198

Jacimovich. 2014. Complexes of transition metals with pyrazole derived ligands: synthesis, physico-chemical characterization and potential application. University of Montenegro, Faculty of Metallurgy and Technology, Cetinski put, 81000 Podgorica, Montenegro

James, T. L. 2010. Funndamentals of NMR. Department of Pharmaceutical Chemistry, University of California ,San Francisco, CA 94143-0446 U.S.A.

Mohareb, R. M. et. al. 2012. Uses of Cyanoacetylhydrazine in Heterocyclic Synthesis: Novel Synthesis of Pyrazole Derivatives with Anti-tumor Activities. Molecules  2012, 17, 8449-8463; doi:10.3390/molecules17078449

Morais, S. et. al. 2012. Heavy Metals and Human Health. REQUIMTE, Instituto Superior de Engenharia do Porto, Porto

Oscarson. K. A. M. 2004. COMPLEXATION   OF  METAL   IONS   IN   AQUEOUS   SOLUTION   BY  FLUORESCENT   LIGANDS   CONTAINING  PYRIDYL   GROUPS.   Department   of   Chemistry  University  of  North  Carolina  at  Wilmington  

Pangestu,  T.  A.  2015.  SINTESIS LIGAN para-di-2-(1-methyl-3-pyridyl-4,5-dihydro-1H-pyrazol-5-

Selektivitas Ligan ..., Arya Aditya Purbadi, FMIPA UI, 2016

Page 9: SELEKTIVITAS LIGAN 2-(1-metil-5-fenil-4,5-dihidro-1H ...

   

Departemen  Kimia,  FMIPA  UI    9    

yl)benzena SEBAGAI SENSOR ION LOGAM Pb2+. Universitas Indonesia: Depok

Patel, B.N. et. al. 2011. Novel of Cu(II), Mn(II), and Co (II) metal complexes with Pyrazoline ligands: Synthesis and spectral characterization. Pelagia Research Library Der Chemica Sinica, 2011, 2 (2): 194-198

Patel, V. I. et. al. 2010. SYNTHESIS AND STUDY OF SOME PYRAZOLE DERIVATIVES AS ANTI TUBERCULAR AGENT. Department of Pharmaceutical Chemistry, B.S Patel Pharmacy College Linch, gujrat, 384002, India.

Rahman, M.A. et. al. 2010. Pyrazoline Derivatives: A Worthy Insight into the Recent Advances and Potential Pharmalogical Activites. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research 2010; 2(3): 165-175

Sahu, S.K. 2008. Synthesis, Analgesic, Anti-inflammatory and Antimicrobial Activities of Some Novel Pyrazoline Derivatives. University department Of Pharmaceutical Sciences, Utkal University, Bhubaneswar, Orissa

Shriver & Atkins, P.W. 2009. Inorganic Chemistry Fifth Edition. Oxford University Press: Oxford

Soroka, K. et. al. 1987. Fluorescence properties of metal complexes of 8-hydroxyquinoline-5-sulfonic acid and chromatographic applications. Department of Chemistry and Biochemistry, Texas Tech University, Lubbock, Texas

Talukder et.al. 2003. Square Planar Complexes of Cu(II) with an N2O Donor Set of a New Schiff Base Ligand: Synthesis and Structural Aspects. Department of Chemistry, Jadavpur University, Kolkata – 700032, India

Unilever. 2011. Modern Chemical Techniques. Unilever: USA

Selektivitas Ligan ..., Arya Aditya Purbadi, FMIPA UI, 2016