LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA ANORGANIK
PERCOBAAN IIKUAT MEDAN ANTARA LIGAN AIR-AMIN
NAMA : RACHMA SURYA MNIM : H311 12 267KELOMPOK/REGU : 3 (TIGA)/7 (TUJUH)HARI/ TANGGAL PERCOBAAN : RABU/9 OKTOBER 2013ASISTEN : AYU ANDRIANA LESTARI
LABORATORIUM KIMIA ANORGANIKJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Logam transisi memiliki keunikan yaitu cenderung membentuk ion kompleks.
Senyawa koordinasi umumnya terdiri atas ion kompleks dan ion lawan (counter ion).
Ion kompleks biasanya didefinisikan sebagai kombinasi antara kation pusat dengan
satu atau lebih ligan. Ligan adalah sebarang ion atau molekul dalam koordinasi dari
ion sentral. Tetapi seringkali air diabaikan di dalam ion kompleks sehingga
pengertian ion kompleks kadang-kadang terbatas untuk selain air. Ligan lainnya
melakukan penetrasi solvation sphere atau hydration sphere bagian dalam (inner)
dari ion pusat dan menggantikan satu atau lebih molekul air bagian dalam.
Teori medan ligan adalah satu dari teori yang paling bermanfaat untuk
menjelaskan struktur elektronik kompleks. Awalnya teori ini adalah aplikasi teori
medan kristal pada sistem kompleks. Setiap ligan, entah itu suatu molekul netral atau
ion negatif, menyumbang sepasang elektron untuk membentuk sebuah ikatan dengan
ion atau atom pusat. Gaya yang diadakan terhadap ion atau atom pusat oleh elektron-
elektron ini, dan oleh muatan ligan-ligan, disebut medan ligan.
Senyawa kompleks cenderung membentuk larutan berwarna yang dapat
menyerap sinar tampak pada panjang gelombang tertentu. Berdasarkan kepekatan
larutan yang terbentuk, kuat lemahnya ligan senyawa kompleks dapat ditentukan
dengan mengukur absorbansi larutan dengan menggunakan alat spektrofotometer.
Spektrofotometri merupakan yakni suatu metode analisis yang berdasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau
kisi difraksi dan detektor vakum fototube atau tabung foton hampa.
Berdasarkan hal-hal di atas maka dilakukanlah percobaan kali ini, yakni
untuk mengetahui pengaruh kekuatan ligan dalam suatu senyawa kompleks.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh kuat medan
ligan amin-air berdasarkan panjang gelombang maksimumnya.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Menentukan panjang gelombang maksimum dari larutan Cu2+ 0,02 M dalam
pelarut air, larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1:1 antara air dan NH4OH 1 M
dan larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 3:1 campuran antara air dan NH4OH 1
M dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
2. Menbandingkan kuat medan ligan antara ligan amin dan air dari campuran
larutan yang telah dibuat dengan melihat panjang gelombang maksimumnya.
1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan panjang gelombang maksimum
dari larutan Cu2+ 0,02 M dalam pelarut air, larutan Cu2+ dalam campuran 1:1 antara
air dan NH2OH 1 M dan larutan Cu2+ dalam campuran 3:1 campuran antara air dan
NH4OH 1 M dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 570-630 nm. Kemudian panjang gelombang maksimum dari ketiga
larutan ini digunakan untuk membandingkan kuat medan ligan amin dan air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang terbentuk dari ion logam yang
berikatan dengan ligan secara kovalen koordinasi. Ikatan koordinasi merupakan
ikatan kovalen dimana ligan memberikan sepasang elektronnya pada ion logam
untuk berikatan. Pemberi pasangan elektron adalah ligan, karena itu ligan adalah zat
yang memiliki satu atau lebih pasangan elektron bebas. Senyawa kompleks yang bisa
dijadikan sebagai katalis harus memiliki sifat stabil. Salah satu senyawa kompleks
yang sangat stabil adalah senyawa kompleks yang berbentuk khelat (Nurvika dkk,
2013).
Dalam menjelaskan proses pembentukan dan susunan koordinasi senyawa-
senyawa kompleks, Warner telah merumuskan tiga dalil, yaitu (Rivai, 1995):
1. Beberapa ion logam mempunyai dua jenis valensi, yaitu valensi utama dan valensi
tambahan atau valensi koordinasi. Valensi utama berkaitan dengan keadaan
oksidasi ion logam, sedangkan valensi tambahan berkaitan dengan bilangan
oksidassi ion logam.
2. Ion-ion logam itu cenderung jenuh baik valensi utamanya maupun valensi
tambahannya.
3. Valensi koordinasi mengarah ke dalam ruangan mengelilingi ion logam pusat.
Molekul atom yang mengelilingi logam dalam ion kompleks dinamakan
ligan. Interaksi antara atom logam dan ligan-ligan dapat dibayangkan bagaikan reaksi
asam-basa Lewis. Basa Lewis adalah zat yang mampu memberikan satu atau lebih
pasangan elektron. Setiap ligan memiliki setidaknya satu pasang elektron valensi
bebas. Jadi, ligan berperan sebagai basa Lewis. Sebaliknya atom logam transisi
(baik dalam keadaan netral maupun bermuatan positif) bertindak sebagai asam
Lewis, yaitu menerima dan berbagi pasangan elektron dari basa Lewis. (Chang,
2005).
Kemampuan kompleks relatif logam mudah dijelaskan dari segi klasifikasi
Schwarzenbach. Klasifikasi Schwarzenbach mendefinisikan tiga kategori ion logam
akseptor (Jeffery dkk, 1989):
1. Kation dengan konfigurasi gas mulia. Logam alkali, alkali tanah dan aluminium
termasuk dalam kelompok kation ini yang memperlihatkan sifat akseptor kelas
A. Gaya elektrostatik mendominasi dalam pembentukan kompleks, sehingga
interaksi antara ion kecil muatan tinggi sangat kuat dan menyebabkan kompleks
stabil.
2. Kation dengan subkulit-d yang terisi penuh. Umum dari kelompok ini adalah
tembaga (I), perak (I) dan emas (I) yang menunjukkan sifat akseptor kelas B.
Ion-ion ini memiliki kekuatan polarisasi tinggi dan ikatan yang dibentuk
kompleks kelompok ini memiliki karakter kovalen yang cukup.
3. Logam transisi dengan subkulit-d terisi sebagian. Dalam kelompok ini
kecenderungan kelas A dan kelas B dapat dibedakan. Unsur-unsur dengan
karakteristik kelas B membentuk kelompok segitiga dalam tabel periodik,
dengan puncaknya pada tembaga dan dasar membentang dari renium ke bismut.
Di sebelah kiri kelompok ini, unsur-unsur dengan bilangan oksidasi tinggi
cenderung menunjukkan sifat kelas A, sementara di sebelah kanan kelompokini,
unsure yang memiliki bilangan oksidasi tinggi oksidasi memiliki karakter kelas
B lebih besar.
Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan donor
elektron. Beberapa yang umum adalah F-, Cl-,, Br-, CN-, NH3, H2O, CH3OH dan OH-.
Ligan seperti ini, bila menyumbangkan sepasang elektronnya kepada sebuah atom
logam, disebut ligan monodentat (atau, ligan bergigi satu). Ligan yang mengandung
dua atau lebih atom, yang masing-masing secara serempak membentuk ikatan dua
donor-elektron kepada ion logam yang sama, disebut ligan polidentat. Ligan ini juga
disebut ligan kelat. Karena ligan ini tampaknya mencengkeram kation diantara dua
atau lebih atom donor (Cotton dan Wilkinson, 1989).
Ligan merupakan zat beratom satu atau beratom banyak. Ligan yang beratom
satu bermuatan negatif, sedangkan ligan yang beratom banyak bisa pula tak
bermuatan tetapi merupakan zarah yang berkutub. Misalnya halida (F-, Cl-,, Br-, dan
I-) merupakan ligan beratom satu dan bermuatan negative, yang membentuk senyawa
kompleks dengan beberapa ion logam. Contoh ligan beratom banyak yang tak
bermuatan adalah SCN -, CN-, dan OH-. Sedangkan ligan yang tak bermuatan selalu
berupa ligan molekul, misalnya NH3, H2O dan amina alifatik. Sifat umum semua
ligan ditentukan oleh adanya pasangan elektron bebas (Rivai, 1995).
Di antara karakteristik ligan yang umumnya diakui mempengaruhi kestabilan
kompleks di mana ligan tersebut terlibat adalah kekuatan dasar ligan, sifat pengkhelat
(jika ada), dan efek sterik. Dari sudut pandang aplikasi analisis kompleks, efek khelat
adalah sangat penting dan karena itu membutuhkan perhatian khusus. Efek jangka
khelat mengacu pada fakta bahwa kompleks khelat, yaitu yang dibentuk oleh bidentat
atau ligan multidentat, lebih stabil daripada kompleks dengan ligan monodentat,
semakin besar jumlah titik lampiran ligan pada ion logam, semakin besar stabilitas
kompleks (Jeffery dkk, 1989).
Teori ikatan valensi pada ion kompleks memiliki beberapa kelemahan,
misalnya tidak dapat menjelaskan asal-usul warna khas ion kompleks. Juga tidak
dapat menerangkan mengapa [Co(NH3)6]3+ merupakan kompleks orbital dalam dan
[CoF6]3- kompleks orbital luar. Kedua kelemahan ini dapat dijelaskan dengan teori
medan kristal. Pada model medan kristal, ikatan dalam ion kompleks dianggap
sebagai tarikan elektrostatik antara muatan positif inti dan ion logam pusat terhadap
elektron pada ligan. Sedangkan antara elektron ligan dengan elektron ion pusat
terjadi tolak-menolak. Teori berikut bertitik berat pada teori tolakan, karena
pengaruhnya terhadap elektron d dari ion logam pusat. Modifikasi teori medan kristal
sederhana yang berdasarkan pada faktor tertentu seperti kovalen parsial ikatan
logam-ligan disebut teori medan logam. Kadang-kadang istilah tunggal teori medan
ligan digunakan untuk mengacu teori medan kristal elektrostatik yang murni dan
modifikasinya (Petrucci, 1995).
Sifat yang paling menonjol dari kompleks logam transisi ialah warnanya.
Warna-warna tersebut timbul karena kompleks koordinasi sering mengabsorpsi
cahaya di daerah spektrum tampak. Warna yang dilihat dari sampel ialah warna
komplementer dengan yang paling kuat diabsorpsi. Bila cahaya putih memasuki
larutan berair yang mengandung [Co(NH3)5Cl]2+, ion mengabsorpsi paling kuat
didekat panjang gelombang 530 nm, yaitu daerah spektrm kuning-hijau. Hanya
komponen biru dan merah (dari cahaya putih) yang ditranmisikan oleh larutan,
menghasilkan warna ungu. Materi yang mengabsorbsi semua panjang gelombang
tampak akan kelihatan kelabu atau hitam, dan mengabsorpsi dengan lemah atau tidak
sama sekali, di daerah tampak, tidak berwarna (Oxtoby dkk., 2001).
Warna beberapa senyawa logam transisi oktahedral muncul akibat eksitasi
elektron dari tingkat t2g-terhuni ketingkat eg-kosong. Frekuarsi cahaya v yang dapat
menginduksi transisi seperti ini terkait dengan selisih energi antara kedua tingkat 0,
sebesar hv=0. Semakin besar pembelahan medan kristal, semakin tinggi frekuensi
cahaya yang diabsorpsi paling kuat dan semakin pendek panjang gelombangnya.
Dalam [Co(NH3)6]3+, senyawa jingga yang mengabsorpsi paling kuat dalam daerah
spectrum violet 0 pembelahan medan kristal lebih besar dari dalam [Co(NH3)5Cl]2+,
yaitu senyawa violet yang mengabsorpsi paling kuat pada frekuaensi lebih rendah
(panjang gelombang lebih panjang) dalam daerah spectrum kuning-hijau (Oxtoby
dkk., 2001).
Istilah teori medan ligan mengacu kepada keseluruhan aspek teoritis yang
digunakan untuk memahami ikatan dan sifat elektronik yang terasosiasi dari
kompleks, dan senyawaan lain yang terbentuk oleh unsur transisi. Tidak terdapat
perbedaan secara mendasar mengenai ikatan dalam senyawa logam transisi
dibandingkan dengan ikatan dalam senyawaan unsur golongan utama. Sekalian
bentuk biasa dari teori valensi yang dapat diterapkan kepada unsur golongan utama,
dapat diterapkan dengan baik kepada unsur transisi. Umumnya, metode orbital
molekul yang diterapkan kepada senyawaan logam transisi memberikan hasil yang
berlaku dan berguna, seperti halnya dalam semua kasus lainnya, hal ini semakin
nyata bila taraf pendekatannya ditingkatkan (Cotton dan Wilkinson, 1989).
Namun terdapat dua hal yang memisahkan studi mengenai struktur
elektron senyawaan-senyawaan logam transisi, dari teori valensi lainnya yang tersisa,
yang pertama yaitu kulit-kulit d dan f yang terisi sebagian. Hal ini menuju kepada
tidak mungkinnya pengamatan eksperimen dalam kebanyakan kasus lain:
keparamagnetan, spektra serapan tampak, dan tampaknya ada keragaman tidak
teratur dalam sifat-sifat termodinamika serta struktur. Kedua ialah adanya
pendekatan kasar namun efektif yang disebut teori medan kristal, yang menyediakan
metode pemahaman yang ampuh namun sederhana, dan mengaitkan sekalian sifat
yang timbul, terutama dari kehadiran kulit-kulit yang terisi sebagian (Cotton dan
Wilkinson, 1989).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan Percobaan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquadest, larutan
CuSO4 0,1 M , larutan NH4OH 1 M.
3.2 Alat Percobaan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah spektrofotometer UV-
Vis merk Spektronik 20D+, kuvet, labu ukur 50 mL, pipet volume 10 mL, pipet skala
5 mL, bulb, pipet tetes, gelas piala 100 mL, gelas piala 400 mL dan botol semprot.
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Larutan Cu2+ 0,02 M dalam pelarut air
Sebanyak 10 mL larutan Cu2+ 0,1 M dipipet kedalam labu ukur 50 mL,
kemudian diencerkan hingga tanda garis. Diukur absorbansi larutan tersebut dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 770-830 nm dan dengan interval
10 nm.
3.3.2 Larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1:1 air dan NH4OH 1 M
Sebanyak 10 mL larutan Cu2+ 0,1 M dipipet kedalam labu ukur 50 mL,
ditambahkan 25 mL NH4OH 1 M. Diencerkan hingga tanda garis,kemudian
absorbansi larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 570-630 nm dan dengan interval 10 nm.
3.3.3 Larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 3:1 air dan NH4OH 1 M
Sebanyak 10 mL larutan Cu2+ 0,1 M dipipet kedalam labu ukur 50 mL,
ditambahkan 12,5 mL NH4OH 1 M. Diencerkan hingga tanda garis, kemudian
absorbansi larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 570-630 nm dan dengan interval 10 nm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel
No λ, nm
Absorbansi ion Cu2+ dalam pelarut
Air Air : NH4OH 1 : 1 Air : NH4OH 3: 1
1 570 1,060 0,508
2 580 1,100 0,516
3 590 1,130 0,520
4 600 1,140 0,522
5 610 1,120 0,520
6 620 1,100 0,516
7 630 1,070 0,510
8 770 0,316
9 780 0,329
10 790 0,335
11 800 0,352
12 810 0,341
13 820 0,337
14 830 0,310
4.2 Reaksi
4.2 Grafik
4.2.1 Larutan Cu2+ 0,02 M dalam air
770 780 790 800 810 820 8300.28
0.29
0.3
0.31
0.32
0.33
0.34
0.35
0.36 max
Panjang Gelombang ()
Ab
sorb
an
4.2.2 Larutan Cu2+ 0,02 M dalam 1:1 Air:Amin
570 580 590 600 610 620 6301.02
1.04
1.06
1.08
1.1
1.12
1.14
1.16
max
Panjang Gelombang ()
Ab
sorb
an
4.2.3 Larutan Cu2+ 0,02 M dalam 3:1 Air :Amin
570 580 590 600 610 620 6300.5
0.505
0.51
0.515
0.52
0.525 max
Panjang Gelombang ()
Abs
orba
n
4.3. Perhitungan
4.3.1. Pembuatan larutan CuSO4. 5 H2O 0,1 M sebanyak 100 mL
M=molL
M=
gMrL
g = M × L × Mr
g = 0,1 M × 0,1 L × 249,5
g = 2,4950 g
4.3.2. Pembuatan larutan Cu2+ 0,02 M sebanyak 50 mL
C1 × V1 = C2 × V2
0,1 M × V1 = 0,02 M × 50 mL
V 1=0,02 M ×50 mL
0,1 M
V1 = 10 mL
4.3.3. Pembuatan larutan NH4OH 1 M sebanyak 250 mL
M=% ×bj ×1000Mr
M=
25100
×0,91g
mL× 1000
35g
mol
M = 6,5000 M
C1 × V1 = C2 × V2
6,5000 M × V1 = 1 M × 250 mL
V 1=0,1 M × 250 mL
6,5000 M
V1 = 3,8 mL
4.4 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk membedakan kekuatan medan ligan antara
ligan ammonia dan air dengan membandingakan panjang gelombang maksimum dari
3 larutan Cu2+ yang disiapkan. Pertama-tama dibuat larutan Cu2+ 0,1 M dengan
melarutkan 2,4950 gram CuSO4.5H2O dalam pelarut air. Selanjutnya dibuat larutan
Cu2+ 0,02 M dari larutan induk Cu2+ 0,1 M melalui pengenceran. Masing-masing
larutan Cu2+ 0,02 M dibuat dalam pelarut air, dalam campuran 1 : 1 antara air dan
NH4OH 1 M, dan dalam campuran 3 : 1 antara air dan NH4OH 1 M.
Untuk membuat larutan Cu2+ 0,02 M dalam pelarut air maka dipipet 10 mL
larutan ion Cu2+ 0,1 M ke dalam labu ukur 50 mL, kemudian diencerkan hingga tanda
garis. Warna biru dari larutan ini berasal dari kompleks koordinasi dimana molekul
H2O berikatan langsung dengan ion Cu2+ membentuk ion komposit dengan rumus
[Cu(H2O)4]2+.
Kemudian dibuat larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1 : 1 antara air dan
NH4OH 1 M. Dipipet 10 mL larutan Cu2+ 0,1 M ke dalam labu ukur 50 mL,
kemudian ditambahkan 25 mL NH4OH 1 M kedalam labu ukur dan diencerkan
dengan air hingga tanda garis. Pada saat penambahan ammonia maka larutan Cu2+
akan berwarna biru keunguan, lebih pekat dibanding dengan larutan Cu2+ 0,02 M
dalam air. Hal ini dikarenakan oleh ion NH3 dan H2O yang berikatan dengan ion Cu2+
membentuk ion kompleks [Cu(NH3)(H2O)3]2+, akibat adanya NH3 yang merupakan
ligan kuat membuat warna larutan semakin pekat. Warna yang dihasilkan adalah
warna komplementer yang merupakan gelombang cahaya yang tidak diserap. Pada
penambahan larutan ammonium terbentuk senyawa kompleks tetraaminakuprat(II).
Selanjutnya dibuat larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 3 : 1 antara air dan
NH4OH 1 M, dilakukan dengan memipet 10 mL larutan Cu2+ 0,1 M ke dalam labu
ukur 50 mL. Selanjutnya dalam labu ukur ditambahkan 12,5 mL NH4OH 1 M dan
diencerkan dengan air hingga tanda garis. Pada saat penambahan ammonia maka
warna larutan Cu2+ yang biru akan semakin pekat namun warna biru yang dihasilkan
tidak sepekat penambahan ammonia sebanyak 25 mL. Hal ini disebabkan karena
jumlah ligan NH3 pada larutan Cu2+ 0,02 M 1:1 air-amin, lebih banyak disbanding
jumlah ligan NH3 pada larutan Cu2+ 0,02 M 3:1 air-amin.
Setelah semua larutan Cu2+ dalam 3 pelarut yang berbeda siap, maka ketiga
larutan Cu2+ tersebut diukur absorbansinya dengan menggunakan alat
spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 510-700 nm. Prinsip kerja dari
spektrofotometer ialah berdasarkan hukum “Lambert-Beer” yaitu bila seberkas
cahaya monokromatis melalui suatu media (larutan) yang transparan maka bertambah
turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan tebal dan kepekatan
media. Dari pengukuran absorbansi larutan tersebut dapat diketahui panjang
gelombang maksimum dari larutan Cu2+. Panjang gelombang maksimum adalah
panjang gelombang dimana absorbansi larutan adalah maksimum atau tertinggi.
Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa panjang gelombang maksimum
yang diserap oleh larutan Cu2+ dalam pelarut air adalah 800 nm. Sedangkan jumlah
panjang gelombang maksimum yang dapat diserap oleh larutan Cu2+ dalam campuran
1 : 1 antara air dan NH4OH 1 M dan larutan Cu2+ dalam campuran 3 : 1 antara air dan
NH4OH 1 M adalah 600 nm. Perbedaan ini terjadi akibat warna komplementer yang
dihasilkan pada ketiga larutan. Ketika warna yang dihasilkan semakin pekat maka
kemampuan larutan untuk menyerap panjang gelombang yang datang akan semakin
berkurang.
Berdasarkan teori, semakin kecil panjang gelombang suatu larutan maka akan
semakin besar energi suatu ligan, dapat dilihat pada larutan Cu2+ yang hanya
mengandung air memiliki panjang gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan
larutan Cu2+ yang hanya mengandung amoniak memiliki panjang gelombang
terkecil, sehingga dengan kata lain larutan Cu2+ yang mengandung amoniak memiliki
energi yang paling besar daripada larutan Cu2+ yang hanya mengandung air saja. Jadi
dapat disimpulkan bahwa kekuatan medan ligan pada air lebih lemah daripada
kekuatan medan ligan pada amoniak.
Namun pada percobaan ini terjadi sedikit penyimpangan, yaitu jumlah
panjang gelombang maksimum yang diserap oleh dua larutan Cu2+ dalam campuran
perbandingan antara air dan NH4OH adalah sama. Hal ini mungkin disebabkan
karena pada proses preparasi larutan terdapat sedikit kekeliruan seperti penambahan
volume amoniak kedalam larutan Cu2+ yang kurang tepat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan kuat medan antara ligan air-amin yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Panjang gelombang maksimum yang dapat diserap oleh larutan Cu2+ dalam air
ialah 800 nm dengan absorbansi larutan sebesar 0,352. Sedangkan Panjang
gelombang maksimum yang dapat diserap oleh larutan Cu2+ 1 : 1 air dan NH4OH
1 M dan larutan Cu2+ 3 : 1 air dan NH4OH 1 M adalah 600 nm dengan absorbansi
larutan sebesar 1,140 dan 0,522.
2. Kekuatan medan ligan pada air lebih lemah daripada kekuatan medan ligan pada
amoniak.
5.2 Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan alat-alat di laboratorium dapat ditambah agar praktikum dapat
berjalan lebih cepat dan lancar serta praktikan dapat melaksanakan praktikum
perorang agar praktikan keahlian dalam penggunaan alat-alat laboratorium lebih
baik. Serta spektrofotometer UV-Vis yang rusak dapat diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, R.,2005, Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta.
Cotton, F.A. dan Wilkinson, G., 1989, Kimia Anorganik Dasar, UI-Press, Jakarta.
Jeffery, G.H., Bassett, J., Mendham, J., dan Denney, R. C., 1989, Quantitative Chemical Analysis, John Willey and Sons, New York.
Nurvika, D., Suhartana, dan Pardoyo, 2013, Sintesis Dan Karakter Senyawa Kompleks Cu(II)-EDTA Dan Cu(II)-C6H8N2O2S2, Chem Info, 1(1), (Online), (https://www.ejournal-s1.undip.ac.id, diakses pada tanggal 12 Oktober 2013 pukul 19.45 WITA), 70-75.
Oxtoby, D.W., Gills, H.P., dan Nachtrieb, N. H., 2003, Prinsip-Prinsip Kimia
Modern, Erlangga, Jakarta.
Petrucci, R.H., 1999, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.
Rivai, H., 1995, Asas Pemerisaan Kimia, UI-Press, Jakarta.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 9 Oktober 2013
Asisten, Praktikan,
(AYU ANDRIANA LESTARI) (RACHMA SURYA M)
Lampiran 2: Bagan Kerja
Larutan Cu2+ 0,02 M dalam pelarut air.
Larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1:1 antara air dan NH4OH 1 M
Cu2+ 0,1M
- Dipipet 10 mL
- Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL
- Diencerkan sampai tanda batas
- Diukur absorbannya dengan menggunakan
spektronik 20 D+
- Adsorbansinya diamati dengan interval 20 nm
dan panjang gelombang 710-850 nm
- Sebagai blanko digunakan akuades
Hasil
Cu2+ 0,1 M
- Dipipet 10 mL
- Dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL
- Ditambahkan 25 mL NH4OH 1 M
- Diencerkan dengan air sampai tanda batas
- Diukur absorbannya dengan menggunakan
spektronik 20 D+
- Adsorbansinya diamati dengan interval 20 nm
dan panjang gelombang 540-640 nm
- Sebagai blanko digunakan akuades
Hasil
Larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 3:1 antara air dan NH4OH 1 M
Cu2+ 0,1 M
- Dipipet 10 mL
- Dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL
- Ditambahkan 12,5 mL NH4OH 1 M
- Diencerkan dengan air sampai tanda batas
- Diukur absorbannya dengan menggunakan
spektronik 20 D+
- Adsorbansinya diamati dengan interval 20 nm
dan panjang gelombang 500-600 nm
- sebagai blanko digunakan akuades
Hasil
Top Related