PRESENTASI KASUS (Autosaved)

39

Click here to load reader

description

presentasi kasus anestesi

Transcript of PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Page 1: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

PRESENTASI KASUS

ANESTESI UMUM TERHADAP ANAK DENGAN COMBUTIO GRADE I - II 10%

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian

Program Pendidikan Profesi Kedokteran Bagian Anastesi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

Siti Novita Kuman

20154012042

Diajukan Kepada :

dr. Totok Kristiyono Sp.An, M.Kes

BAGIAN ILMU ANESTESI

RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016

Page 2: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

LEMBAR PENGESAHAN

ANESTESI UMUM TERHADAP ANAK DENGAN COMBUTIO GRADE I - II 10%

Telah dipresentasikan pada :

15 April 2016

Oleh : Siti Novita Kuman

20154012042

Disetujui oleh,

Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Anestesi

RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

(dr. Totok Kristiyono Sp.An)

Page 3: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirrabbil’alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaya-Nya penulis dapat menyelesaikan Presentasi Kasus yang berjudul, “ANESTESI UMUM TERHADAP ANAK DENGAN COMBUTIO GRADE I - II 10%” dalam rangka melengkapi persyaratan mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi kedokteran di bagian Ilmu Anestesi RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo.

Penulis Presentasi Kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Totok Kristiyono Sp. An, M.Kes selaku dosen pembimbing dan penguji2. Seluruh penata dan perawat anestesi di RSUD Setjonegoro3. Teman-teman dokter muda

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan, guna perbaikan laporan kasus ini di kemudian hari.

Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu Anestesi di klinik dan masyarakat.

Wonosobo, 15 April 2016

Penulis

Page 4: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I. Laporan Kasus

a. Identitas Pasienb. Anamnesisc. Pemeriksaan Fisikd. Pemeriksaan Penunjange. Status Pasienf. Tindakan Anestesi

BAB II. Tinjauan Pustaka

a. Definisi Tumor b. Tahapan Anastesic. Resusitasi atau Terapi Cairan

BAB III. Pembahasan

Daftar Pustaka

Page 5: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas PasienNama : An. N Umur : 9 BulanBerat Badan : 7.6 kgJenis Kelamin : Perempuan No. RM : 66 30 39Alamat : JaraksariBagian : BedahRuang : BogenvilleAgama : Islam Suku Bangsa : JawaTanggal masuk : 4 April 2016Tanggal keluar :-

B. AnamnesisPasien masuk Poliklinik Bedah tanggal 4 Maret 2016 pagi hari1. Keluhan Utama

Pasien dibawah oleh orang tuanya dengan keluhan terdapat luka akibat terkena air panas pada kaki kanan, dan disertai bula pada daerah genital

2. Riwayat Penyakit SekarangLuka bakarnya tampak membentuk bula pada daerah genital dan terasa nyeri sehingga membuat pasien tampak gelisah dan rewel.

3. Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak memiliki riwayat penyakit serupa sebelumnya, tidak ada riwayat alergi obat – obatan dan makanan.

4. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat penyakit jantung dalam keluarga (-), penyakit gula (-), hipertensi dalam keluarga (-), asma (-).

C. Pemeriksaan FisikKeadaan UmumKesadaran : Compos Mentis

Page 6: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Gizi : Baik

Tanda VitalTekanan Darah : 100/60 mmHgNadi : 92x/menitSuhu :37,8◦cResprasi : 24x/menit

KepalaMata : kunjungtiva anemis (-) sclera ikterik (-)Hidung : dalam batas normalTelinga :dalam batas normalMulut : mukosa bibir basah, sianosis (-)

LeherPembesaran lnn.leher (-), JVP tidak meningkat, massa (-)

Thorak :Inpeksi : simetris fusiformisPalpasi : stem fremitus kiri dan kananPerkusi : sonor di kedua lapang paruAuskultasi : SP : vesikuler

ST : (-)

AbdomenInspeksi : simetrisPalpasi : H/L tidak terabaPerkusi : timpaniAuskultasi : peristaltik (+) normal

EktremitasAkral hangat, tampak bekas luka bakar pada kaki kanan

D. Pemeriksaan Penunjang Hb : 12 gr % Leukosit : 14,7 10^3/ul Hitung Jenis Leukosit

Page 7: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

- Eosinofil : 2.70 %- Basofil : 0,40 %- Netrofil : 15 %- Limfosit : 77,30 %- Monosit : 4,40 %

Hemaktrokit : 37 % Eritrosit : 5,1 10^6/ul MCV : 74 fl MCH : 24 pg MCHC : 32 g/dl Trombosit : 458 10^3/ul

E. Status Pasien

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik maka

1. Diangnosis pre operatif : Combutio grade I-II 10%2. Status operatif :

Tekhnik : GA, Inhalasi semi closed ASA : 2 (pasien dengan sistemik ringan) Vital sign awal :

T = 100/70 N = 100 RR = 22x/menit suhu = 37,5◦c

F. Tindakan Anestesi1. Keadaan Pre Orif

Pasien menjalani puasa ≥6 jam (mulai jam 00.00) sebelum operasi dimulaiPemasangan infus pada dorsum manus dextra dengan cairan RL.Keadaan Umum : BaikKesadaran : compos mentisTekanan Darah : 100/ 72 mmHgNadi : 90x/menitRespirasi : 20x/menitSuhu : 36,5◦cSaturasi : 100 %

Page 8: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

2. Jenis AnestesiAnestesi Umum, Inhalasi semi closed, respirasi terkontrol, menggunakan sungkup wajah kap.

3. Premedikasi yang diberikan

Pemberian obat premedikasi bertujuan : Menimbulkan rasa nyaman pada

pasien (menghilangkan kekhawatiran, memberikan ketenangan, membuat

amnesia, memberikan analgesik).   Memudahkan/memperlancar induksi,

rumatan, dan sadar dari anestesi. Mengurangi jumlah obat-obatan anestesi.

Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual, dan muntah pasca

anestesi. Menciptakan amnesia. Mengurangi stress fisiologis (takikardi, nafas

cepat). Mengurangi keasaman lambung/isi cairan lambung. Mengurangi

reflex yang membahayakan.

Pasien kooperatif, ASA II, sebelum induksi anestesi pasien diberikan

injeksi antimimetik Ondansetron 2 mg iv kemudian diberikan SA 0,125 (sulfa

atropin ) premedikasi untuk menghilangkan sekret pada anestesi inhalasi. O2

3 liter/ menit, N20 3 liter/ menit.

4. Anestesi yang diberikan : Preoksingenasi

Diberikan oksigen sampai nafas pasien stabil Induksi Anestesi

Untuk induksi menggunakan non barbiturat Ketamin 20mg dan obat sedative sedacum 1 mg,

ManitenenceUntuk mempertahankan status anetesi digunakan kombinasi sevofluran 2 vol % O2 3 lpm, dan N2O 3 lpm, selama tindakan anetesi berlangsung tekanan darah, nadi, dikontrol tiap 5 menit, tekanan sistolik berkisar antar 90 – 100 mmHg, dan nadi berkisar antara 150-170 x/m , SPO2 99-100%. Infus RL sebagai cairan rumatan.

Page 9: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

5. Monitoring PerioperatifPasien dilakukan monitoring melalui monitor elektronik dan inspeksi keadaan umum pasien. Selama jalannya operasi tidak terdapat perubahan tanda tadan nda kardiovaskuler, respirasi, dan neuromuskuler yang menghawatirkan.

6. Prognosis AnestesiDubia ad bonam

7. Keadaan post operasi

Operasi selesai 30 menit agent inhalasi dimatikan

Keadaan Umum : Baik, pasien kooperatif

Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : 100/ 82 mmHg

Nadi : 90x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu : 36,9◦c

8. Terapi yang diberikana. Pre operasi

Infus RL 30 tpmPuasa 6 jam

b. Post operasiAwasi keadaan umum pasienEktensi kepala Oksigenasi pasien penuhInfus aseringSadar penuh, diit bebas

Page 10: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

BAB II

TINJAUAN PUSAKA

A. Definisi Tumor

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.

B. Tahapan Anastesi

Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan , merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot.

Cara Pemberian Anestesi Umum

Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.

1. Anestesi inhalasi: halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap. Obat-obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran napas.

Cara pemberian anestesi inhalasi:

• Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara terbuka.

• Semiopen drop method: cara ini hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.

• Semiclosed method: udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi dapat

Page 11: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2.

• Closed method: hamper sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.

Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether, cyclopropane, dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara maju karena sifatnya yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane) dan toksisitasnya terhadap organ (chloroform).

2. Anestesi Intravena. Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau sebagai komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk menenangkan pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas buatan untuk jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya menggunakan propofol.

Klasifikasi Obat- obat Anestesi Umum

a. Anestesi Inhalasi

Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap.

Halothane

Bau dan rasa tidak menyengat ,

Khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam

Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu relaksans oto, seperti galamin atau suksametonium.

Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudah digunakan, tidak merangsang mukosa saluran napas

Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli dan mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi

Page 12: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide, klorida anorganik, dan trifluoacetik acid.

Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.

Dosis: tracheal 0,5-3 v%.

Enfluran

Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis pembedahan, juga sebagai analgetikum pada persalinan.

Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, melemaskan otot uterus

Tidak begitu menekan SSP

Resorpsinya setelah inhalasi , cepat dengan waktu induksi 2-3 menit

Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan utuh, dan sisanya diubah menjadi ion fluoride bebas

Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil), serta mual dan muntah, dapat meningkatkan perdarahan pada saat persalinan, SC, dan abortus.

Isofluran (Forane)

Bau tidak enak

Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik

Daya kerja dan penekanannya thdp SSP = enfluran

Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi, meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah, dan keadaan tegang

Sediaan : isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 = induksi; maintenance : 0,5%-3%

Desfluran

Dessfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip isofluran. 

Page 13: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestesi volatil lain, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus  (TEC-6).

Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C).

Potensinya rendah

Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi

Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran

Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi

Sevofluran

Merupakan halogenasi eter

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran

Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas

Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia

Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar

Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan

b. Anestesi gas

1. Potensi ringan

2. Sukar larut dalam darah

3. N2O

gas tdk berwarna, tdk berbau, lbh brt dp udara, dikombinasi dg O2

potensi anestetik lemah, induksi cepat

efek analgesik baik (N2O 20%)

penggunaan lama : mual, muntah, lambat bangun

Yang termasuk dalam golongan ini adalh siklopropan.

Page 14: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Siklopropan

Anestesi gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna

Lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi.

Mudah terbakar dan meledak oleh karena itu, anestesi gas hanya digunakan pada closed methode.

c. Anestesi Intravena

Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital); benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan obat-obat lain ( droperianol, etomidate, dexmedetomidine).

Barbiturat

Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis

Hambat pernapasan di medula oblongata

Hambat kontraksi otot. jantung, tdk timbulkan sensitisasi jantung thd ketekolamin

Dosis anestesi : rangsang SSP; dosis > = depresi SSP

Dosis : induksi = 2 mg/kgBB (i.v) dlm 60 dtk; maintenance = ½ dosis induksi

o Na tiopental :

Induksi : dosis tgt BB, keadaan fisik dan peny

Dws : 2-4ml lar 2,5% scr intermitten tiap 30-60 dtk ad capaian

o Ketamin

sifat analgesik, anestetik, kataleptik dg kerja singkat

analgesik kuat utk sistem somatik, lemah utk sistem viseral

relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi

Page 15: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

tingkatkan TD, nadi, curah jantung

Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.

Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi mdasolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.

Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10 mg. 

Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1% (1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg) dan 10 % (1ml=100 mg)

Fentanil dan droperidol

Analgesik & anestesi neuroleptik

Kombinasi tetap

Aman diberikan pd px yg alami hiperpireksia ok anestesi umum lain

Fentanil :masa kerja pendek, mula keja cepat

Droperidol : masa kerja lama & mula kerja lambat

Propofol

Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).

Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.

Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. 

Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.

Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.

Diazepam

Page 16: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan, efek relaksasi otot yang bekerja secara sentral, dan bila diberikan secara intravena bekerja sebagai antikejang. Respon obat bertahan selama 12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 mnt stlah pemberian scra oral dan 15 mnt slah injeksi intravena.

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian parenteral dikontraindikasikan pada pasien syok atau koma

Cause tidur dan penurunan kesadaran disertai nistagmus, bicara lambat

Analgesik (-)

Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure, induksi anestesia pd pasien kardiovaskuler

Efek anestesia < ok mula kerja lambat, masa pemulihan lama • Utk premedikasi (neurolepanalgesia) & atasi konvulsi ok anestesi lokal • Dimetab mjd metabolit aktif • T½ > seiring bertambahnya usia

ESO : henti napas,flebitis dan trombosis (+) (rute IV)

Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB  

Opioid

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi.

Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. 

Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg, dilanjutkan dengan dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.

Tahapan Anestesi

1. Stadium 1 (analgesia)

Penderita mengalami analgesi,

Rasa nyeri hilang,

Kesadaran berkurang

Page 17: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

2. Stadium II (delirium/eksitasi)

Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran

Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa, berteriak, menangis, menyanyi)

Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur

Dapat terjadi mual dan muntah

Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi

Midriasis, hipertensi

3. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)

Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur (pernapasan perut)

Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut kehendak

Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa ditahan

4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)

Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.

Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat meninggal. Maka taraf ini sedapat mungkin dihindarkan.

Mekanisme Kerja

a. Anestesi inhalasi

Page 18: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.

b. Anestesi intravena

Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

Farmakokinetika

Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestesi di dalam susunan saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetik yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestesi. Faktor tersebut menentukan perbedaan kecepatan transfer anestesi inhalasi dari paru ke dalam darah serta dari darah ke otak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut mempengaruhi masa pemulihan anestesi setelah anestesi dihentikan.

Dipengaruhi / tek parsial zat anestetik dlm otak. Faktor penentu tekanan  parsial :

1. Tekanan parsial anestetik gas yang diinspirasi

Untuk mempercepat induksi : kadar gas yang diinspirasi harus lebih tinggi daripada tekanan parsial yang diharapkan di jaringan

Setelah tercapai, diturunkan untuk pertahankan anestesi

2. Ventilasi paru

Hiperventilasi dapat percepat masuknya gas anestetik ke sirkulasi & jaringan

Page 19: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Zat larut dalam darah : halothan

3. Pemindahan gas anestetik dari alveoli ke aliran darah

Membran alveoli mudah dilewati gas anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran darh

4. Pemindahan gas anestetik dari aliran dareh ke sel jaringan tubuh

Jaringan yang mempunyai aliran darah cepat, keseimbangan tekanan parsial lebih mudah tercapai sehingga anestetik gas lebih mudah berpindah.

Farmakodinamika

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi.

Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

Efek samping

Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang terpenting adalah :

Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.

Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.

Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.

Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca-bedah.

C. Terapi Cairan atau Resusitasi

Page 20: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

PENILAIAN VOLUME INTRAVASKULERPenilaian dan evaluasi  klinis volume intravascular biasanya dapat dipercaya, sebab pengukuran volume cairan kompartemen belum ada. Volume cairan intravascular dapat ditaksir dengan menggunakan pemeriksaan fisik atau laboratorium atau dengan bantuan monitoring hemodynamic yang canggih. Dengan mengabaikan metoda yang ada, evaluasi serial diperlukan untuk mengkonfirmasikan kesan awal dan panduan terapi cairan. Lebih dari itu,  perlu melengkapi satu sama lain, sebab semua parameter tidak langsung, pengukuran volume nonspesifik, kepercayaan pada tiap parameter mungkin salah.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik preoperative adalah yang paling dapat dipercaya .Tanda- tanda hipovolemia meliputi turgor kulit, hidrasi selaput lendir, denyut nadi yang kuat, denyut jantung dan tekanan darah dan orthostatic berubah dari yang terlentang ke duduk atau posisi berdiri, dan mengukur pengeluaran urin. Banyak obat yang pakai selama pembiusan, seperti halnya efek fisiologis dari stress pembedahan, mengubah tanda-tanda ini dan memandang tak dapat dipercaya periode sesudah operasi. Selama operasi, denyut nadi yang kuat (radial atau dorsalis pedis), pengeluaran urin, dan tanda tidak langsung, seperti respon tekanan darah ke tekanan ventilasi yang positive dan vasodilatasi atau efek inotropic negative dari anestesi, adalah yang paling sering digunakan. Pitting edema-presacral pada pasien yang tidur atau pada pretibial pada pasien yang dapat berjalan- peningkatan pengeluaran urin adalah tanda hypervolemia pada pasien dengan dengan jantung, hepar, dan fungsi ginjal yang normal. Gejala lanjut dari hypervolemia yaitu tachycardia, pulmonary crackles, wheezing, cyanosis, dan frothy pulmonary secretion.

Tabel. Tanda-Tanda Kehilangan Cairan (Hipovolemia)

Page 21: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Evaluasi Laboratorium Beberapa pengukuran laboratorium digunakan untuk menilai volume intravascular dan ketercukupan perfusi.jaringan Pengukuran ini meliputi serial hematocrits, seperti pH darah arteri, berat jenis atau osmolalitas urin, konsentrasi klorida atau natrium dalam urin, Natrium dalam darah, dan creatinin serum, ratio blood urea nitrogen (perbandingan BUN). Ini hanya pengukuran volume intravascular secara tidak langsung dan sering tidak bisa dipercaya selama operasi sebab dipengaruhi oleh beberapa variabel dan hasilnya sering terlambat. Tanda-tanda laboratorium dari dehidrasi yaitu peningkatan hematocrit progresif acidosis metabolic yang progresif, berat jenis urin >1.010, Natrium dalam urin <10 mEq/L, osmolalitas > 450 mOsm/kg, hypernatremia, dan ratio BUN- -kreatinin >10:1. Tanda-tanda pada foto roentgen adalah meningkatnya vaskularisasi paru dan interstitiel yang ditandai dengan ( Kerly " B") atau infiltrasi difus pada alveolar adalah tanda-tanda dari overload cairan   

Pengukuran Hemodinamik  Monitoring CVP diindikasikan pada pasien dengan jantung dan fungsi paru yang normal jika status volume sukar untuk dinilai dengan alat lain atau jika diharapkan adanya perubahan yang cepat. Pembacaan CVP harus diinterpretasikan nilai yang rendah(< 5 mm Hg) mungkin normal kecuali jika ada tanda-tanda hypovolemia. Lebih dari itu, respon dari bolus cairan ( 250 mL) yang ditandai dengan: sedikit peningkatan ( 1-2 mm Hg) merupakan indikasi penambahan cairan, sedangkan suatu peningkatan yang besar (> 5 mm Hg) kebutuhan cairan cukup dan evaluasi kembali status volume cairan.. CVP yang terbaca >12 mmHg dipertimbangkan. hypervolemia dalam disfungsi ventricular kanan, meningkatnya tekanan intrathorakal, atau penyakit pericardial restriktif.Monitoring tekanan arteri Pulmonary dimungkinkan jika CVP tidak berkorelasi dengan gejala klinis atau jika pasien mempunyai kelainan primer atau sekunder dari fungsi ventrikel kanan, kelainan fungsi tubuh; yang juga berhubungan dengan paru-paru atau penyakit pada ventrikel kiri. Pulmonary Artery Occlusion Pressure (PAOP) <8 mmHg menunjukkan adanya hypovolemia ,dikonfirmasi

Page 22: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

dengan gejala klinis; bagaimanapun, nilai <15 Mm Hg berhubungan dengan pasien yang hipovolemia relative dengan compliance ventrikel lemah. Pengukuran PAOP >18 mmHg dan biasanya menandakan beban volume ventrikel kiri yang berlebih. Adanya penyakit katup Mitral (stenosis), stenosis aorta yang berat, atau myxoma atrium kiri atau thrombus mengubah hubungan yang normal antara PAOP dan volume diastolic akhir ventrikel kiri. Peningkatan tekanan pada thorak dan tekanan pada jalan nafas paru terlihat adanya kesalahan; sebagai konsekwensi, semua pengukuran tekanan selalu diperoleh pada waktu akhir expirasi . Teknik terbaru mengukur volume ventrikel dengan transesophageal echocardiography atau oleh radioisotop dan lebih akurat tetapi belum banyak tersedia.  CAIRAN INTRAVENA  Terapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid, atau suatu kombinasi kedua-duanya. Solusi cairan kristaloid adalah larutan mengandung ion dengan berat molekul rendah (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid berisi ion dengan berat molekul tinggi seperti protein atau glukosa. Cairan koloid menjaga tekanan oncotic  plasma dan sebagian besar ada di intravascular, sedangkan cairan kristaloid dengan cepat didistribusikan keseluruh ruang cairan extracellular.  Ada kontroversi mengenai penggunaan cairan koloid dan kristaloid untuk pasien dg pembedahan. Para ahli mengatakan bahwa koloid dapat menjaga plasma tekanan oncotic plasma, koloid lebih efektif dalam mengembalikan volume intravascular dan curah jantung.Ahli yang lain mengatakan bahwa pemberian cairan kristaloid efektif bila diberikan dalam jumlah yang cukup. Pendapat yang mengatakan bahwa koloid dapat menimbulkan edema pulmoner pada pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler paru adalah tak benar, sebab tekanan onkotik interstitial paru-paru sama dengan plasma ( lihat Bab 22). Beberapa pernyataan dibawah ini yang mendukung : 1. Kristaloid, jika diberikan dalam jumlah cukup sama efektifnya dengan koloid dalam mengembalikan volume intravascular. 2. Mengembalikan deficit volume intravascular dengan kristaloid biasanya memerlukan 3-4 kali dari jumlah cairan jika menggunakan koloid. 3. Kebanyakan pasien yang mengalami pembedahan mengalami deficit cairan extracellular melebihi deficit cairan intravascular.. 4. Defisit cairan intravascular yang berat dapat dikoreksi dengan cepat dengan menggunakan cairan koloid. 5. Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar (> 4-5 L) dapat menimbulkan edema jaringan.

Page 23: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Beberapa kasus membuktikan bahwa, adanya edema jaringan mengganggu transport oksigen, memperlambat penyembuhan luka dan memperlambat kembalinya fungsi pencernaan setelah pembedahan.

Cairan KristaloidCairan kristaloid merupakan cairan untuk resusitasi awal pada pasien dengan syok hemoragik dan septic syok seperti pasien luka bakar, pasien dengan trauma kepala untuk menjaga tekanan perfusi otak, dan pasien dengan plasmaphersis dan reseksi hepar. Jika 3-4 L cairan kristaloid telah diberikan, dan respon hemodinamik tidak adekuat, cairan koloid dapat diberikan. Ada beberapa macam cairan kristaloid yang tersedia. Pemilihan cairan tergantung dari derajat dan macam kehilangan cairan. Untuk kehilangan cairan hanya air, penggantiannya dengan cairan hipotonik dan disebut juga maintenance type solution. Jika hehilangan cairannya air dan elektrolit, penggantiannya dengan cairan isotonic dan disebut juga replacement type solution. Dalam cairan, glukosa berfungsi menjaga tonisitas dari cairan atau menghindari ketosis dan hipoglikemia dengan cepat. Anak- anak cenderung akan menjadi hypoglycemia(< 50 mg/dL) 4-8 jam puasa. Wanita mungkin lebih cepat hypoglycemia jika puasa (> 24 h) disbanding pria. Kebanyakan jenis kehilangan cairan intraoperative adalah isotonik, maka yang biasa digunakan adalah replacement type solution, tersering adalah Ringer Laktat. Walaupun sedikit hypotonic, kira-kira 100 mL air per 1 liter mengandung Na serum 130 mEq/L, Ringer Laktat mempunyai komposisi yang mirip dengan cairan extraselular dan paling sering dipakai sebagai larutan fisiologis. Laktat yang ada didalam larutan ini dikonversi oleh hati sebagai bikarbonat. Jika larutan salin diberikan dalam jumlah besar, dapat menyebabkan dilutional acidosis hyperchloremic oleh karena Na dan Cl yang tinggi (154 mEq/L): konsentrasi bikarbonat plasma menurun dan konsentrasi Clorida meningkat. Larutan saline baik untuk alkalosis metabolic hipokloremik dan mengencerkan Packed Red Cell untuk transfusi. Larutan D5W digunakan untuk megganti deficit air dan sebagai cairan pemeliharaan pada pasien dengan restriksi Natrium. Cairan hipertonis 3% digunakan pada terapi hiponatremia simptomatik yang berat (lihat Bab 28). Cairan 3 – 7,5% disarankan dipakai untuk resusitasi pada pasien dengan syok hipovolemik. Cairan ini diberikan lambat karena dapat menyebabkan hemolisis. 

Cairan KoloidAktifitas osmotic dari molekul dengan berat jenis besar dari cairan koloid untuk menjaga cairan ini ada di intravascular. Walaupun waktu paruh dari cairan kristaloid dalam intravascular 20-30 menit, kebanyakan cairan koloid mempunyai waktu paruh dalam intravascular 3-6 jam. Biasanya indikasi pemakaian cairan koloid adalah : 

Page 24: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

1. Resusitasi cairan pada pasien dengan deficit cairan intravascular yang berat (misal: syok hemoragik) sampai ada transfusi darah. 2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat atau keadaan dimana 

Kehilangan protein dalam jumlah besar seperti luka bakar. Pada pasien luka bakar, koloid diberikan jika luka bakar >30% dari luas permukaan tubuh atau jika > 3-4 L larutan kristaloid telah diberikan lebih dari 18-24 jam setelah trauma. Beberapa klinisi menggunakan cairan koloid yang dikombinasi dengan kristaloid bila dibutuhkan cairan pengganti lebih dari 3-4 L untuk transfuse. Harus dicatat bahwa cairan ini adalah normal saline ( Cl 145 – 154 mEq/L ) dan dapat juga menyebabkan asidosis metabolic hiperkloremik. Banyak cairan koloid kini telah tersedia. Semuanya berasal dari protein plasma atau polimer glukosa sintetik. Koloid yang berasal dari darah termasuk albumin ( 5% dan 25 % ) dan fraksi plasma protein (5%). Keduanya dipanaskan 60 derajat selama 10 jam untuk meminimalkan resiko dari hepatitis dan penyakit virus lain. Fraksi plasma protein berisi alpha dan beta globulin yang ditambahkan pada albumin dan menghasilkan reaksi hipotensi. Ini adalah reaksi alergi yang alami da melibatkan aktivasi dari kalikrein. Koloid sintetik termasuk Dextrose starches dan gelatin. Gelatin berhubungan dengan histamine mediated- allergic reaction dan tidak tersedia di United States.Dextran terdiri dari Dextran 70 ( Macrodex ) dan Dextran 40, yang dapat meningkatkan aliran darah mikrosirkulasi dengan menurunkan viskositas darah. Pada Dextran juga ada efek antiplatelet. Pemberian melebihi 20 ml/kg/hari dapat menyebabkan masa perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat juga bersifat antigenic dan anafilaktoid ringan dan berat dan ada reaksi anafilaksis. Dextan 1 ( Promit ) sama dengan Dextran 40 atau dextran 70 untuk mencegah reaksi anafilaxis berat.;bekerja seperti hapten dan mengikat setiap antibody dextran di sirkulasi. Hetastarch (hydroxyetil starch) tersedia dalam cairan 6 % dengan berat molekul berkisar 450.000. Molekul-molekul yang kecil akan dieliminasi oleh ginjal dan molekul besar dihancurkan pertama kali oleh amylase. Hetastarch sangat efektif sebagai plasma expander dan lebih murah disbanding albumin.. Lebihjauh, Hetastarch bersifat nonantigenik dan reaksi anafilaxisnya jarang. Studi masa koagulasi dan masa perdarahan umumnya tidak signifikan dengan infus 0.5 – 1 L. Pasien transplantasi ginjal yang mendapat hetastarch masih controversial. Kontroversi ini dihubungkan juga dengan penggunaan hetastarch pada pasien yang menjalani bypass kardiopulmoner. Pentastarch, cairan starch dengan berat molekul rendah, sedikit efek tambahannya dan dapat menggantikan hetastarch. TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF

Page 25: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian deficit cairan, kehilangan cairan normal dan kehilangan cairan lewat luka operasi termasuk kehilangan darah.

Kebutuhan Pemeliharaan Normal    Pada waktu intake oral tidak ada, deficit cairan dan elektrolit dapat terjadi dengan cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi gastrointestinal, keringat dan insensible losses dari kulit dan paru. Kebutuhan pemeliharaan normal dapat diestimasi dari tabel berikut:

Tabel Estimasi Kebutuhan Cairan Pemeliharaan       Berat Badan                                                       Kebutuhan10 kg pertama                                                            4 ml/kg/jam10-20 kg kedua                                                          2 ml/kg/jamMasing-masing kg  > 20 kg                                       1 ml/kg/jam

Contoh: berapa kebutuhan cairan pemeliharaan untuk anak 25 kg? Jawab: 40+20+5=65 ml/jam

Preexisting Deficit    Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa. Untuk 70 kg, puasa 8 jam, perhitingannya (40 + 20 + 50) ml / jam x 8 jam atau 880 ml. Pada kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari konservasi ginjal. Kehilangan cairan abnormal sering dihubungkan dengan defisit preoperatif. Sering terdapat hubungan antara perdarahan preoperatif, muntah, diuresis dan diare.

BAB III

PEMBAHASAN

Page 26: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Pasien wanita 47 tahun datang ke poliklinik bedah RSUD setjonegoro pada tanggal 1 maret 2016. Keluhan tumor pada daerah flank dan scapula dalam keadaan baik dan compos mentis. Keluhan yang dialami adalah nyeri pada tumor saat tidur atau tersentuh. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang diperoleh gambaran dari status pasien. Status fisik ASA II pasien dengan penyakit sistemik yang tidak menganggu jiwa.

Dalam pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang pasien bersedia dilakukan operasi eksisi dan general anetesi saat pembedahan. Pada persiapan operasi pasien dipersiapkan puasa lebih dari 6 jam dan dipasang iv line dan cairan infus RL.

Jenis anestesi tergantung dari 4 SI yaitu : Lokasi, Posisi, Manipulasi, serta durasi. Pada kasus ini dilakukan anestesi general via inhalasi. Dengan semi closed. Menggunakan face mask.

Trias anestesi yang perlu diperhatikan adalah analgesia, hipnotik, relasasi otot. Kemudian anamnesis sampai persiapan sebelum anestesi. Anamnesis dapat berupa autoanamnesis maupun alloanamnesis. Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anestesi dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi.

Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien sadar menjadi tidak sadar sehingga tidak merasakan sakit pada saat pembedahan. Induksi general anestesi dibagi dua cara inhalasi atau TIVA (intra vena). Pasca anestesi perwatan dan monitoring pasien biasanya dilakukan di ruang pulih sadar. Dipantau dengan monitor elektronik, serta pemberian O2 pada pasien pasca operasi dengan GA. Selanjutnya pemantauan cairan dan terapi selalu dipantau baik sebelum, selama dan setelah operasi atau tindakan pada pasien.

.

Tabel steward score.

Page 27: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

Pasien boleh dipulangkan jika lebih dari nilai 4, tanpa ada nilai 0.

DAFTAR PUSTAKA

• Hughes, J.M.L. 2008. Anaesthesia for the geriatric dog and cat. 61. Irish Veterinary..............02.

• Richard Bednarski, MS, DVM, DACVA (Chair), Kurt Grimm, DVM, MS, PhD, DACVA, DACVCP, Ralph Harvey, DVM, MS, DACVA, Victoria M. Lukasik, DVM, DACVA, W. Sean Penn, DVM, DABVP (Canine/Feline),Brett Sargent, DVM, DABVP (Canine/Feline), Kim Spelts, CVT, VTS, CCRP (Anesthesia), Robert Smith, MD. 2011. AAHA Anesthesia Guidelines for Dogs and Cats. VETERINARY PRACTICE GUIDELINES. 377. www.JAAHA.ORG. 02.

Page 28: PRESENTASI KASUS (Autosaved)

• Nafrialdi, Suherman S, Gan S, Arozal W, Suyatna FD, Dewoto HR, et al. Farmakologi dan terapi. ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.

• Katzung BG. Basic and clinical pharmacology. 10th ed. New York: Lange. 2009.

• Yusuf D. Profil Tekanan Intraokuler Penggunaan Kombinasi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Midazolam pada Kelinci. 2010. [disitasi pada 10 Januari 2013]. Diunduh di: http://www.fkh.unair.ac.id/artikel1/2010/ARTIKEL%20ILMIAH%20DAUD.pdf

• Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. 2nd ed. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001.

• Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York: McGraw-Hil; 2007.