Post on 12-Jul-2016
description
PRESENTASI KASUS
SIROSIS HEPATIS DENGAN ASITES
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam MengikutiProgram Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Radiologi
Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo
Diajukan Kepada :
dr. Kus Budayantiningrum, Sp.Rad
Disusun Oleh :
Yuda Arie Dharmawan
20110310195
BAGIAN ILMU RADIOLOGI
BADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
1
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui Presentasi Kasus dengan judul :
SIROSIS HEPATIS DENGAN ASITES
Tanggal : APRIL 2016
Tempat : RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
Oleh :
Yuda Arie Dharmawan
20110310195
Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing
dr. Kus Budayantiningrum, Sp.Rad
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk
dan kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Presentasi Kasus “Sirosis Hepatis dengan Asites”.
Presentasi Kasus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang tak ternilai kepada:
1. dr. Kus Budayantiningrum, Sp.Rad selaku dosen pembimbing bagian Ilmu
Radiologi RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah mengarahkan
dan membimbing dalam menjalani stase serta dalam penyusunan
Presentasi Kasus ini.
2. Petugas bagian Radiologi RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo.
3. Rekan-rekan Co-Assisten atas bantuan dan kerjasamanya.
4. Dan seluruh pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian Presentasi
Kasus ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam penyusunan Presentasi Kasus ini, penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun
demi kesempurnaan penyusunan Presentasi kasus di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Wonosobo, April 2016
Penulis
3
DAFTAR ISI
PRESENTASI KASUS 1
HALAMAN PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I 6
LAPORAN KASUS 6
A. Identitas Pasien 6
B. Anamnesis 6
C. Pemeriksaan Fisik 7
D. Pemeriksaan Penunjang 10
E. Diagnosis 14
F. Diagnosis Banding 14
G. Penatalaksanaan 14
BAB II 15
TINJAUAN PUSTAKA 15
A. Sirosis Hati 15
1. Anatomi 15
2. Definisi dan Insidensi 18
3. Etiologi 19
4. Patofisiologi 20
5. Gejala Klinis 21
6. Klasifikasi 21
7. Diagnosis 23
8. Komplikasi 24
4
B. Asites 25
1. Defini 25
2. Patofisiologi 26
3. Diagnosis 28
C. USG 29
BAB III 31
PEMBAHASAN 31
BAB IV 33
KESIMPULAN 33
DAFTAR PUSTAKA 34
5
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Suparmi
Alamat : Tlogomulyo
Umur : 32-12-1939 ( 76 Tahun )
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Petani
Nomor CM : 663112
Tanggal periksa : 5 April 2016
B. Anamnesis
Keluhan utama :
Perut membesar dan sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Berdasarkan alloanamnesis dari anak perempuan pasien, didapatkan seorang
Perempuan berusia 76 tahun diantarkan keluarganya datang ke IGD RSUD KRT
Setjonegoro dengan keluhan perut membesar sejak sekitar 1 minggu yang lalu.
Pasien baru kali memiliki keluhan perut membesar. Perut tampak kembung, tidak
teraba massa, keras. Pasien tampak lemah. Ekstrenitas bawah tampak edema.
Demam (+), Batuk (+), Pilek (+), nyeri perut (+), Pusing (+), Alergi (-). Terdapat
riwayat Hipertensi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
6
Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Terdapat riwayat
Stroke Non Hemoragic sehingga kesulitan berbicara, serta pernah dirawat di RSI
Wonosobo dengan keluhan nyeri perut.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat alcohol, DM, dan merokok disangkal.
Riwayat Trauma dan Operasi :
Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan, patah tulang ataupun operasi
sebelumnya.
Riwayat Personal Sosial : Pasien dulu bekerja di perkebunan teh. Makan
sebelum sakit lancar, dan sekarang sering beristirahat dirumah.
C. Pemeriksaan FisikKeadaan Umum : Sedang
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign :
Nadi : 95 x/menit
Respiratory rate : 28 x/menit
Suhu : 37,2 0C
Tekanan darah : 180/80 mmHg
Berat Badan : 60 kg
Kulit
Warna coklat sawo matang, tidak terdapat adanya tanda-tanda peradangan, ikterus
ada, edema umum tidak ada dan turgor baik kembali cepat.
Kepala
Bentuk : bulat, simetris, bentuk normochepal,
Rambut : rambut hitam distribusi merata lurus, tidak mudah
7
dicabut
Mata : visus normal, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek cahaya
positif, palpebra tidak edema, tidak eksoftalmus
Telinga : pendengaran normal, bentuk dan ukuran dalam
batas normal, sekret tidak ada, simetris
Hidung : bentuk dan ukuran normal, sekret tidak ada,
deformitas tulang hidung tidak ada.
Mulut : sianosis tidak ada, mukosa bibir tidak kering, bibir
tampak miring ke sebelah kanan.
Tenggorokan : uvula dan tonsila di tengah, faring tidak hiperemis
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada deformitas, tidak
ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi dinding
dada, tidak ada jejas
Palpasi : nyeri tekan tidak ada, fokal fremitus sama kanan
dan kiri, pengembangan paru-paru simestris
Perkusi : sonor kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler kedua lapang paru, suara tambahan tidak ada
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba
8
di SIC VI linea Axilaris anterior sinistra
Perkusi : batas jantung
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kanan bawah : SIC V linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC III linea midclavicularis sinistra
Kiri bawah : SIC VI linea Axillaris anterior sinistra
Auskultasi : S1-S2, irama reguler, bunyi tambahan tidak ada,
bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Distended, varises vena (-) tanda peradangan tidak ada
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : Redup seluruh regio abdomen, shifting dullnes (+),
Palpasi : nyeri tekan ada, distended, keras, pekak alih (+),
hepatomegali (-), splenomegali (-).
Ekstremitas
Akral hangat, edema ekstremitas bawah (+/+), CRT <2 detik
9
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Lengkap
Hemoglobin 9,4 gr/dl (13,2 – 17,3 g/dl)
Leukosit 10.700/ uL (3.800-11.000 /mL)
Hematrokit 29 % (40 – 52 %)
Eritrosit 3,3 x 106/ uL (4,2-5,4 /mL)
Trombosit 107.000/uL (150.000 – 450.000 /mL)
MCV 90 fl (80 – 100 pq)
MCH 29 pg (26 - 34 %)
MCHC 32 % (32 - 36 gr/dl)
Hitung Jenis
Basofil 0,40 % (0,0-1,0 %)
Eosinofil 0,70 % (2,0-4,0 %)
Segmen 64,90 % (40-70 %)
Limfosit 24,40 % (25-40 %)
Monosit 8,90 % (2-8 %)
Kimia Klinik
GDS 74 70-100 mg/dl
Ureum 35,4 <50 mg/dl
Creatinin 1.01 0.40 – 0.90 mg/dl
Kolesterol Total 86 < 220 mg/dl
SGOT 77 U/L 0 – 35 U/L
SGPT 36,5 U/L 0 – 35 U/L
Total Protein 5,5 6,7-8,3 g/dl
Albumin 2,4 3,8 – 5,3 g/dl
10
Globulin 3.10 mg/dl 3,2 – 3,9 mg/dl
HbsAg Negatif Negatif
2. USG
Hepar : Mengecil, tepi irregular, struktur echo parenchyma kasar homogen,
systema billiare dan vascular tidak melebar
V Fellea : Besar normal, Slude (-), batu (-).
Lien : Besar normal, struktur echo parenchyma homogen
Pangcreas : Besar normal, struktur echo parenchyma homogen baik
Ren Dx : Besar normal, PCS tak melebar, batu (-), parenchyma baik
Ren Sx : Besar normal, PCS tak melebar, batu (-), parenchyma baik
Gaster : Dinding ireguler, udara meningkat, nyeri tekan (-).
Usus : Udara usus dbn, delatasi usus (-), massa (-).
Vesica Urinaria : Dinding reguler, massa (-). Parametrium : massa (-).
Tampak asites (+++)
kesan : Gambaran Sirosis hepatis, Gastritis , Asites.
11
12
13
E. DiagnosisSIrosis Hepatis + Stroke Non Hemoragic + asites
F. Diagnosis BandingSirosis Hepatis
Keganasan Intra Abdomen
Sindroma nefrotik
asites
G. PenatalaksanaanDilakukan pungsi pada asites. Pasien sudah dipulangkan tanggal 11 April 2016 atas permintaan keluarga.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAA. SIROSIS HATI
1. Anatomi Hepar
Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-,1,8 kg
atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian
besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh
dengan fungsi yang sangat kompleks. Hepar menempati daerah hipokondrium
kanan tetapi lobus kiri dari hepar meluas sampai ke epigastrium. Hepar
berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior hepar
mengikuti bentuk dari batas kosta kanan. Hepar secara anatomis terdiri dari
lobus kanan yang berukuran lebih besar dan lobus kiri yang berukuran lebih
kecil. Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh ligamentum falsiforme. Lobus
kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis
kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Pada daerah
antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan dapat
ditemukan lobus kuadratus dan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena cava
inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Permukaan
hepar diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan
posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum
terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang
meliputi permukaan seluruh organ ; bagian paling tebal kapsula ini terdapat
pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri
15
hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar tempat
masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus
hepatika.
Gambar 1. Anatomi hepar (dikutip dari kepustakaan 8)
Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri
hepatika keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah
ini masuk ke hepar membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu dengan
kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatica. Vena hepatica
mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang
terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan
20% darahnya ke hepar, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 %
sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah yang berasal dari
vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan setiap lobulus dilewati oleh
16
sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus yang
berjalan di antara lobulus hepar disebut vena interlobular.
Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari
saluran cerna, dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari
sistem arteri. Arteri dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-
pembuluh yang lebih kecil membentuk kapiler di antara sel-sel hepar yang
membentik lamina
hepatika. Jaringan
kapiler ini kemudian
mengalir ke dalam vena
kecil di bagian tengah
masing-masing lobulus,
yang menyuplai vena
hepatika. Pembuluh-
prmbuluh ini menbawa
darah dari kapiler portal
dan darah yang
mengalami deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika
sebagai darah yang telah deoksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan
arteriol hepar didalam septum interlobularis. Anterior ini menyuplai darah
dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang berdekatan, dan
banyak arterior kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada
sepertiga jarak ke septum interlobularis.
Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel
hepar, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam
jumlah yang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya
endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata yang berbentukseperti bintang.
17
Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari
eferen vena hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar
melalui arteri hepatica dan vena porta menuju vena sentralis maka akan
didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya,
akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap kerusakan
asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang
mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang
membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan
sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan
penghubungan dan desmosom yang saling bertautan dengan disebelahnya.
Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari
hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat
dalam dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian
penting dalam sistem retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito,
liposit atau perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik yang dapat
membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor
penting dalam perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel
Stellata tampaknya menjadi faktor kunci pembentukan fibrosis di hepar.
2. DEFINISI DAN INSIDENSI
Istilah sirosis hepar diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari
kata Khirros yang berarti orange (orange yellow) karena perubahan warna
pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hepatis dapat dikatakan
sebagai berikut yaitu sesuatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur
hati yang normal akibat nodul regenerasi yang dikelilingi jaringan fibrosis.
Insidens
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
18
terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar
40 – 49 tahun.
3. ETIOLOGI
Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat
alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B
maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak
dari sirosis hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-
40%), dan penyebab yang tidak diketahui(10-20%). Adapun beberapa etiologi
dari sirosis hepatis antara lain:
1. Virus hepatitis (B,C,dan D).
2. Alkohol (alcoholic cirrhosis).
3. Kelainan metabolik :
a. Hemokromatosis (kelebihan beban besi).
b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga).
c. Defisiensi Alpha l-antitripsin.
d. Glikonosis type-IV.
e. Galaktosemia.
f. Tirosinemia.
4. Kolestasis.
5. Gangguan imunitas ( hepatitis lupoid ).
6. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan
lain-lain).
7. Non alcoholic fatty liver disease (NAFLD).
8. Kriptogenik.
9. Sumbatan saluran vena hepatica.
19
4. PATOFISIOLOGI
Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat.
Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor
utama lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan
kelebihan zat besi. Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan
tiga karakteristik :
1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar
yang menggantikan lobulus.
2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran
bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga
besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).
3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan.
Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain
kematian sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis
pada mulanya berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh
berbagai macam faktor. Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit,
maka tubuh akan melakukan regenerasi terhadap sel-sel yang mati tersebut.
Dalam kaitannya dengan fibrosis, hepar normal mengandung kolagen
interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta, sekitar vena sentralis, dan
kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta
komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus dan sel-
sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke
vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini pada dasarnya
mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan pertukaran
bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran
20
cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara
hepatosit dan plasma sangat terganggu.
5. GEJALA KLINIS
Beberapa tanda dan gejala sirosis hepatis yang paling umum adalah :
1. Kulit yang menguning (ikterik) yang disebabkan oleh
akumulasi bilirubin dalam darah
2. Asites, edem pada tungkai
3. Kelelahan
4. Kelemahan
5. Kehilangan nafsu makan
6. Gatal
7. Mudah memar (terjadi akibat penurunan produksi faktor
pembekuan darah oleh sel hepar)
Bila sudah lanjut (dekompensata) gejala-gejala lebih menonjol terutama
bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya
rambut badan, gangguan tidur dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai
adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan
gusi, gangguan silus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh
pekat, muntah darah dan melena, perubahan mental, meliputi mudah lupa,
sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.
6. KLASIFIKASI
A. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepar atas 3 jenis,
yaitu:
1. Mikronodular
21
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis
mikronodular besar nodul mencapai 3 mm. Dapat berubah menjadi
makronodul sehingga dijumpai tipe campuran.
2. Makronodular
Sirosisi makronodul ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya bervariasi,
terdapat nodul besar didalamnya, daerah luas dengan parenkim yang
masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran
Memperlihatkan gambaran mikro dan makronodul.
B. Secara fungsional sirosis hepar terbagi menjadi :
1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut sebagai Laten sirors hati. Pada
stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan Active Sirosis hati, pada
stadium ini gejala-gejala sudah jelas, misalnya : asites, edema dan
ikterus.
C. Klasifikasi sirosis hati menurut Child-Pugh
22
7. DIAGNOSIS
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu
protrombin.
1) Aspartat aminotransferase (AST)/Serum Glutamil Oksalo Asetat (SGOT)
dan Alanin aminotransferase (ALT)/ Serum Glutamil Piruvat Asetat
(SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat
daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengenyampingkan adanya sirosis.
2) Alkali Fosfatase, meningkat kut=rang dari 2 sampai 3 kali batas normal
atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
23
3) Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya
alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit
hati alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT
mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.
4) Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi
bisa meningkat pada sirosis yang lanjut.
5) Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun
sesuai dengan perburukan sirosis.
6) Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid,
selanjutnya mengimduksi produksi imunoglobulin.
7) Protrombin time mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis hati akan memanjang.
8) Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
9) Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam.
Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan netropenia akibat
splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga
terjadi hipersplenisme
10) Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta. USG sudah secara rutin digunakan
karena [emeriksaannya noninvasif dan mudah digunakan, namun
sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG
meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya
massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaanya
irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG
juga bisa melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan
24
pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien
sirosis.
11) Tomografi komputerisasi informasinya sama dengan USG, tidak rutin
digunakan karena biayanya relatif mahal
12) Magneting Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam
mendiagnosis sirosis selain mahal biayanya.
8. KOMPLIKASI
Morbiditas dan mortalitas sirosis hati tinggi akibat komplikasinya. Berikut
berbagai macam komplikasi sirosis hati:
1. Hipertensi Portal.
2. Asites.
3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya terdapat asites dengan nyeri
abdomen serta demam.
4. Varises esophagus dan hemoroid. Varises esophagus merupakan salah
satu manifestasi hipertensi porta yang cukup berbahaya. Sekitar 20-40%
pasien sirosis dengan varises esophagus pecah menimbulkan
perdarahan.
5. Ensefalopati Hepatik. ensefalopati hepatic merupakan kelainan
neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur
kemudian berlanjut sampai gangguan kesadaran dan koma. Ensefalopati
hepatic terjadi karena kegagalan hepar melakukan detoksifikasi bahan-
bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3 berasal dari pemecahan
protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu, peningkatan kadar NH3
dapat disebabkan oleh kelebihan asupan protein, konstipasi, infeksi,
25
gagal hepar, dan alkalosis. Berikut pembagian stadium ensefalopati
hepatikum :
6. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan
fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa
adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan
penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus.
B. ASITES1. DEFINISI
Asites adalah akumulasi cairan (biasanya cairan serosa yang merupakan
cairan berwarna kuning pucat dan jelas) dalam rongga (peritoneal) perut.
Rongga perut terletak di bawah rongga dada, dipisahkan oleh diafragma.
Penyebab utama asites merupakan hipertensi portal yang berhubungan
dengan sirosis hepar. Akan tetapi, keganasan dan infeksi juga dapat
menyebabkan asites. Pada dasarnya penimbunan cairan dirongga
peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni transudasi dan
eksudasi. Asites yang berhubungan dengan sirosis hepatis dan hipertensi
porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga peritonem
yang terjadi melalui proses transudasi.
2. PATOFISIOLOGIAda 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita
Sirosis Hepatis, yaitu :
1. Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam
serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati
terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan
kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang.
Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda
kritis untuk timbulnya asites.
26
2. Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises
esophagus, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan
koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila
kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang
walaupun hipertensi portal tetap ada (Sujono Hadi). Hipertensi portal
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun
menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron
juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit
terutama natrium . dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi
natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan.
Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan
vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan
resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta
ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik)
akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related
27
peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut,
maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat
hipertensi porta menjadi semakin menetap. Hipertensi porta tersebut akan
meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler
usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya
menyebabkan asites.
Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen
juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi
vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif)
arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron
serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan
reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air
(H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di
rongga tubuh.
3. DIAGNOSISAsites lanjut amat mudah dikenali. Pada pemeriksaan akan nampak perut
membuncit seperti perut katak, umbilikus seolah bergerak ke arah kaudal
mendekati simpisis os pubis. Sering dijumpai hernia umbulikalis akibat
tekanan intraabdomen yang meningkta. Pada perkusi pekak samping
meningkat dan terjadi shifting dullnes. Asites yang masih sedikit belum
menunjukkan tanda-tanda fisis yang nyata. Diperlukan cara pemeriksaan
khusus misalnya denga pudle sign untuk menentukan asites. Pemeriksaan
penunjang yang dapat memberikan informasi untuk mendeteksi asites adalah
unltrasosnografi. Untuk menegakkkan diagnosis asites, ultrasonografi
mempunyai ketelitian yang tinggi.
Dikenal adanya :
28
– Cairan transudat, kumpulan cairan disekeliling usus, dijumpai pada
kegagalan hepar/ sirosisi hepatis, gagal ginjal dengan syndroma nefrotik,
dekom kordis, hipoproteinemia.
– Cairan eksudat, kumpulan cairan dengan septa atau eko internal, dapat
dijumpai pada penyakit unfeksi, perdarahan, malignansi peritoneum, atau
metastase peritoneum.
C. USG
USG merupakan suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi kelainan-
kelainan yang ada di dalam rongga abdomen / perut / organ-organ tertentu
dengan menggunakan gelombang ultrasound.
Gelombang ultrasound terdiri dari suatu pengubah mekanik dari suatu
medium seperti udara. Pengubah mekanik itu melewati medium pada suatu
kecepatan tertentu menyebabkan getaran. Kecepatan partikel-pertikel tersebut
bergetar disebut frekuensi, diukur dalam putaran per menit atau hertz (Hz). Suara
menjadi tidak kedengaran oleh telinga manusia kira-kira di atas 20 kHz, atau 20
ribu Hertz, dan itulah yang dikenal dengan ultrasound. Diagnostik imaging
menggunakan frekuensi yang jauh lebih tinggi, yaitu megahertz (MHz), atau
jutaan Hertz.
Frekuensi yang semakin tinggi menggunakan resolusi yang lebih baik. Yang
terakhir adalah kemampuan untuk membedakan dua objek yang berdekatan.
Meskipun demikian, dengan peningkatan frekuensi, lebih banyak sorotan
ultrasound yang terikat oleh target dan sorotan tersebut tidak dapat dipenetrasi
lebih jauh. Untuk alasan ini, frekuensi yang lebih tinggi (7,5 MHz) digunakan
29
untuk memberikan gambaran yang baik dan terperinci dari organ-organ
superfisial seperti prostat, testis, tiroid dan dada., dan frekuensi yang lebih
rendah (3,5 MHz) untuk pemeriksaan abdomen.
Sebelum melakukan pemeriksaan USG ada beberapa persiapan yang harus
dilakukan oleh pasien yaitu :
1. Penderita obstipasi sebaiknya diberikan laksatif di malam sebelumnya.
2. Untuk pemeriksaan organ-organ di rongga perut bagian atas, sebaiknya
dilakukan dalam keadaan puasa dan pada pagi hari dilarang makan dan
minum yang dapat menimbulkan gas dalam perut karena akan mengaburkan
gambar organ yang diperiksa.
3. Untuk pemeriksaan kandung empedu dianjurkan puasa sekurang-kurangnya 6
jam sebelum pemeriksaan, agar diperoleh dilatasi pasif yang maksimal.
4. Untuk pemeriksaan dan daerah pelvis, buli-buli harus dalam keadaan penuh
30
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis Sirosis Hepatis ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan alloanamnesis dari anak perempuan pasien,
didapatkan seorang Perempuan berusia 76 tahun diantarkan keluarganya datang ke
IGD RSUD KRT Setjonegoro dengan keluhan perut membesar sejak sekitar 1
minggu yang lalu. Pasien baru kali memiliki keluhan perut membesar. Perut tampak
kembung, tidak teraba massa, keras. Pasien tampak lemah, Ekstrenitas bawah tampak
edema. Demam (+), Batuk (+), Pilek (+), nyeri perut (+), Pusing (+), Alergi (-),
tampak ikterik, dan Sebelum sakit, makan lancar dan tidak ada keluhan. Terdapat
riwayat Hipertensi. Riwayat alcohol dan merokok disangkal. Pada hasil USG,
didapatkan gambaran sirosis hepatis dan asites.
Sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa insidensi Sirosis hepatis
sering terjadi/kebanyakan ditemukan pada pasien lebih dari 40 tahun, sedangkan
pasien berusia 76 tahun. Berdasarkan gejala umum juga didapatkan pasien lemah,
kehilangan nafsu makan dan berdasarkan literature menyatakan bahwa kehilangan
nafsu makan dan pasien tampak lemah salah satu dari gejala umum sirosis hepatis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak edema, asites, serta riwayat
hipertensi. Hal ini sesuai dengan literatur, yang menyatakan bahwa asites dan edema
31
adalah salah satu dari komplikasi terjadinya sirosis hepatis. Proses asites sendiri ada
kemungkinan diakibatkan oleh salah satu komplikasi sirosis hepatis yaitu hipertensi
porta yang mana mekanismenya sudah dijelaskan di tinjauan pustaka.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapat pada hasil lab
pasien angka SGOT dan SGPT meningkat dan angka albumin serta Hemoglobin
menurun. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa peningkatan
SGOT dan SGPT serta penurunan albumin menjadi salah satu penunjang untuk
mengarah ke sirosis hepatis. Hemoglobin yang menurun menjadi salah satu penyebab
pasien merasa pusing dan lemah. HbsAg negative bisa diartikan untuk
mengkesampingkan kemungkinan penyebab dari sakitnya yaitu hepatitis.
Pemeriksaan USG yang menunjukan adanya gambaran sirosis hepatitis menjadi
pendukung tambahan adanya kelainan di hepar yang mengarah sebagai penyebab
adanya asites yang juga muncul di gambaran USG.
32
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis sirosis hepatis dengan Asites, sesuai dengan literature yang
disebutkan. Adanya riwayat hipertensi menandakan adanya gangguan pada system
jantung atau pembuluh darah dari pasien. Perlu dilakukan pemeriksaan tambahan
hasil lab seperti angka bilirubin dan protombine time untuk mengetahui lebih lanjut
angka prognosis dan klasifikasi dari sirosis hepatis pasien. Perlu juga dilakukan
pemeriksaan USG tambahan untuk menemukan apakah ada kelainan pada kondisi
vena porta.
Prognosis pada pasien ini menyesuaikan dengan klasifikasi dari child-pugh
yaitu child-pugh kelas B dengan kemungkinan hidup selama 1 tahun sebesar 80%.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Amiruddin Rifai. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 415-6.
2. Feldman, M., 2010. Ascites and spontaneous bacterial peritonitis, 9th Edition
ofGastrointestinal and Liver Disease. Sounders & Elsevier, pp: 1517-1578
3. Hirlan. Asites. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.
5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009
4. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Hati dan saluran empedu Dalam : Hartanto
H, Darmaniah N, Wulandari N. Robbins Buku Ajar Patologi. 7th Edition.
Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. hal. 671-2.
5. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas.
Dalam : Sylvia A.Price et.al, eds. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 2006. Hal.472-5.
6. Price&Wilson. Patofisiologi. Konsep-konsep Proses Proses Penyakit. Edisi 6
Volume 1. Jakarta : EGC;2006
7. http://bjr.birjournals.org/cgi/content/full/77/918/521
8. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Ed. Kedua. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
9. Sidharta H., Atlas Ultrasonografi Abdomen dan Beberapa Organ Penting.
Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; Gaya Baru; 2006.
34
10. Sutadi SM. Sirosis hati. Usu repository. 2003. [cited on 2011 February 23rd].
Available from : URL : http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789
/3386/1/ penydalam-srimaryani5.pdf
11. Taylor CR. Cirrhosis. emedicine. 2009. [cited on 2011 February 23rd].
Available from: URL : http://emedicine.medscape.com/article/366426-
overview
35